Menlu Retno Tegaskan Hukuman Mati Konstitusional di Indonesia

Menlu Retno LP Marsudi menggarisbawahi bahwa hukuman mati merupakan bagian dari hukum positif di Tanah Air.

oleh Oscar Ferri diperbarui 17 Feb 2015, 21:50 WIB
Retno L.P. Marsudi (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pelaksanaan eksekusi mati di Indonesia ditentang sejumlah pihak internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Australia. Menanggapi hal itu, Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno LP Marsudi menegaskan bahwa hukuman mati konstitusional di Indonesia.

Dia menggarisbawahi bahwa hukuman mati merupakan bagian dari hukum positif di Tanah Air. Dan hukuman mati yang ditentang sejumlah negara ini merupakan upaya terakhir untuk mengadili tindak kejahatan serius di Indonesia.

"Keputusan itu diambil oleh pengadilan yang independen dan impartial," ujar Retno menanggapi penolakan permohonan grasi oleh terpidana asing di Kementerian‎ Luar Negeri, Jakarta, Selasa (17/2/2015).

Dijelaskan dia, dalam pemberlakuan hukuman mati, Indonesia telah memastikan bahwa semua proses telah dilalui dan semua jalur hukum telah ditempuh sesuai dengan sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Hukuman mati yang dijatuhkan oleh pengadilan di Indonesia juga tidak ditujukan untuk negara tertentu atau warga kebangsaan tertentu.

Mantan Dubes RI untuk Belanda itu menambahkan, Mahkamah Konstitusi (MK) di tahun 2007 membenarkan pemberlakuan hukuman mati tidak bertentangan dengan penghormatan hak asasi manusia (HAM). Pun demikian HAM juga harus mempertimbangkan hak dan moral negara lain. ‎Karena itu, hukuman mati di Indonesia tidak bertentangan dengan konstitusi.

"(Hukuman mati) Sesuai dengan konstitusi Indonesia," tandas Retno. "Dalam Pasal 6 Konvensi Internasional juga diatur mengenai hak sipil dan politik bahwa hukuman mati diputus melalui proses pengadilan," ujar Retno.

Kejaksaan Agung (Kejagung) RI hari ini memutuskan untuk menunda pelaksanaan eksekusi mati terhadap duo terpidana 'Bali Nine' asal Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran demi memenuhi permintaan pemerintah Australia dan pihak keluarga terpidana mati kasus narkoba tersebut.

"Wujud respons terhadap permintaan Australia dan keluarganya untuk meminta waktu panjang untuk bertemu (2 terpidana mati)," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony Tribagus Spontana. (Riz/Ans)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya