Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) mengungkapkan kesulitan terbesar merencanakan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), di antaranya adalah ketidakjelasan biaya modal, limbah radio aktif (radioactive waste management) dan decommisioning serta biaya terkait nuclear liability.
"Untuk biaya kapital misalnya, sebuah studi bersama antara PLN dan sebuah perusahaan listrik dari luar negeri pada 2006 mengindikasikan biaya investasi PLTN sebesar US$ 1.700 per kilo Watt (kW) (EPC saja) atau US$ 2.300 per kW (setelah memperhitungkan biaya bunga pinjaman selama konstruksi)," seperti dikutip dari Rencana Usaha Penyediaan Listrik (RUPTL) 2015-2024, Kamis (19/2/2015).
Advertisement
Angka tersebut kini dipandang terlalu rendah, karena menurut berbagai laporan yang lebih baru, biaya pembangunan PLTN pada beberapa negara telah mencapai angka jauh lebih tinggi.
Dalam feasibility study PLTN yang dilaksanakan oleh PLN dengan dibantu konsultan luar negeri pada 2014, diperoleh biaya investasi PLTN sekitar US$ 6.000 per kW.
Semakin mahal harga energi fosil dan dengan semakin nyata ancaman perubahan iklim global sebagai akibat dari emisi karbon dioksida dari pembakaran batubara atau energi fosil lainnya membuat PLTN menjadi sebuah opsi sumber energi yang sangat menarik untuk ikut berperan dalam memenuhi kebutuhan listrik di masa depan.
Apalagi bila biaya proyek, biaya pengelolaan waste dan biaya decommisioning telah menjadi semakin jelas. Namun perlu disadari, pengambilan keputusan untuk membangun PLTN tidak semata-mata didasarkan pada pertimbangan keekonomian dan profitability, namun juga pertimbangan lain seperti aspek politik.