Libelarisasi Dinilai Sebabkan 'Amburadulness' Dunia Penerbangan

Kapasitas Bandara Soekarno-Hatta idealnya hanya untuk sekitar 22 ribu penumpang per hari.

oleh Audrey Santoso diperbarui 21 Feb 2015, 13:50 WIB
Ratusan penumpang dibiarkan telantar di Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng, Tangerang, akibat penerbangan Lion Air yang mengalami delay, Kamis (19/2/2015). (twitter.com/@Thony_nox)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat penerbangan Marsekal (Purn) Chappy Hakim menilai, kualitas penerbangan di Indonesia masih dalam level rendah. Hal yang paling mudah dilihat adalah segi kelayakan pesawat hingga pelayanan terhadap pengguna jasa transportasi udara.

"Infrastruktur kurang, pelayanan kurang. Kita ini selalu senang bekerja tanpa rencana yang akibatnya membuat banyak delay seperti kemarin," kata Chappy Hakim di Jakarta Pusat, Sabtu (21/2/2015).

Penerbangan pesawat Lion Air mengalami penundaan hampir selama 2 hari di Bandara Soekarno-Hatta sejak Rabu 18 Februari. Penundaan ini berimbas ke bandara lainnya.

Ia mengatakan, kapasitas Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) idealnya hanya untuk sekitar 22 ribu penumpang per hari. Namun, saat ini menampung 60 ribu penumpang per hari karena banyaknya maskapai penerbangan di Soetta.

"Pertumbuhan angka penumpang tak selaras dengan pembangunan sarana transportasinya. Akhirnya Bandara Soekarno-Hatta menjadi sesak, mau turun pesawat saja lama. Karena pesawat juga antre. Soekarno-Hatta berdasarkan perencanaan awal untuk menampung 22 ribu penumpang, namun nyatanya saat ini dipadati 60 ribu penumpang per hari," ujar Chappy.

Ia menambahkan, ketika liberalisasi penerbangan terjadi, pertumbuhan maskapai memicu pertumbuhan penumpang pesawat. Masing-masing maskapai berlomba-lomba memberikan penawaran agar penumpang tertarik.

"Orang-orang mulai mendirikan maskapai, beli pesawat atau sewa pesawat. Membangun usaha penerbangan, karena saat itu menjadi sebuah priviledge tersendiri," kata dia.

Menurutnya, Indonesia pernah mengalami masa kejayaan di dunia penerbangan sebelum era reformasi.
Namun, pascareformasi, datangnya perusahaan penerbangan swasta yang menanamkan modal secara besar-besaran, justru menjadi titik awal degradasi kualitas penerbangan.

"Tahun 1999-2000-an menjadi awal liberalisasi penerbangan dan menjadi awal kemajuan penerbangan. Tapi hasil dari kemajuan penerbangan itu justru menimbulkan apa yang kita sebut sebagai the amburadulness dunia penerbangan," tandas Chappy Hakim.

Penerbangan pesawat Lion Air mengalami penundaan hampir selama 2 hari di Bandara Soekarno-Hatta. Akibatnya, penumpang meluapkan kekesalannya dengan emosi dan sempat menyandera pesawat di lintasan. (Mvi/Riz)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya