Batu Akik Dikenai Pajak, Ini Tanggapan Pengusaha

Fenomena batu akik dinilai hanya sementara, dan hanya menciptakan spekulasi sehingga harganya meroket.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 22 Feb 2015, 08:03 WIB
Demam batu akik membuat Pemerintah Kota Gorontalo meminta pedagang urus ijin dagang batu.

Liputan6.com, Jakarta - Demam batu akik telah melanda masyarakat Indonesia. Kalangan tua, muda kini memburu batu akik dari puluhan ribu sampai seharga ratusan juta rupiah. Fenomena tersebut dipotret Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan sebagai potensi penerimaan pajak.

Batu akik masuk dalam kategori perhiasan yang dipungut dalam revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.253/PMK.03/2008. Aturan ini mengatur tentang Wajib Pajak Badan Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Dari Pembeli Atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah.

Pajak 5 persen itu dikenakan atas transaksi penjualan batu akik senilai di atas Rp 100 juta karena termasuk barang sangat mewah.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani memandang upaya pemerintah untuk memperluas objek pajak menyasar batu akik sangat tidak efektif.

"Membuang-buang energi saja mengurusi yang begitu, paling sifatnya musiman seperti dulu tanaman gelombang cinta, lukisan di mana penggemarnya tidak signifikan dan cuma bertahan sesaat," ujar Hariyadi saat berbincang di Jakarta, seperti ditulis Minggu (22/2/2015).

Dia menganggap, ini cara masyarakat 'menggoreng' suatu komoditas, menciptakan spekulasi sehingga harga barang itu meroket dan akhirnya memberikan untung besar. Upaya instan yang akan berakhir instan pula.

"Kalau emas, berlian diperdagangkan di dunia, tapi batu akik di Indonesia saja. Jadi komoditas batu akik bukan dianggap sebagai komoditas yang sifatnya permanen," papar Hariyadi. (Fik/Ahm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya