Kawal Kasus JIS, Kompolnas Gandeng KY dan Komisi Kejaksaan

Kompolnas telah meminta Satuan Pengawas Internal Polda Metro Jaya (SPI PMJ) mengusut laporan keluarga terpidana kasus JIS.

oleh Oscar Ferri diperbarui 23 Feb 2015, 03:12 WIB
TSK-JIS

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta kepolisian proaktif menangani kasus dugaan kekerasan dan penyiksaan terhadap pekerja kebersihan PT ISS, selama penyidikan kasus Jakarta International School (JIS). Akibat dugaan tindak kekerasan ini, seorang pekerja kebersihan PT ISS bernama Azwar tewas tak wajar saat penyidikan di Polda Metro Jaya.

Komisioner Kompolnas Adrianus Meliala mengatakan, pihaknya telah meminta Satuan Pengawas Internal Polda Metro Jaya (SPI PMJ) mengusut laporan keluarga terpidana kasus JIS, saat proses penyidikan di Polda Metro Jaya.

"Kami akan terus mengawal pengungkapan kasus ini dalam 2 minggu ke depan," ucap Adrianus di Jakarta, Minggu (22/2/2015).

Tak hanya itu, kata Adrianus, Kompolnas juga akan menggandeng pihak lain dalam mengawal proses hukum kasus dugaan kekerasan seksual anak itu. Dalam hal ini Komisi Yudisial (KY) dan Komisi Kejaksaan.

"Kompolnas juga akan mengirim surat ke Komisi Yudisial dan Komisi Kejaksaan untuk ikut aktif mengawasi kasus ini," ucap Adrianus. Dia menambahkan, Kompolnas telah mempertemukan perwakilan keluarga terpidana kasus JIS dengan SPI PMJ, KY, dan Komisi Kejaksaan.

Dalam kesempatan tersebut, tim pembela para pekerja kebersihan PT ISS melaporkan tindak kekerasan yang dilakukan para penyidik. Laporan tersebut juga termasuk kematian salah satu tersangka bernama Azwar yang meninggal dunia dalam proses penyidikan.

Kuasa hukum salah satu pekerja kebersihan PT ISS, Patra M Zen mengatakan, seharusnya pihak SPI PMJ punya inisiatif mengungkap berbagai informasi yang berkembang di publik dan fakta-fakta yang muncul saat persidangan berlangsung. Sebab kasus ini punya implikasi sangat besar, mengingat nasib orang-orang yang tidak bersalah dipertaruhkan.

"Jangan sampai negara merampas hak asasi warna negaranya sendiri," tegas Patra.

Dari keterangan dokter forensik RSCM kepada keluarga korban, lanjut Patra, ada bengkak di wajah Azwar mengindikasikan bahwa sebelum meninggal otaknya retak. Jika memang Azwar bunuh diri, ketika jenazahnya dimandikan mulutnya pasti berbusa. Namun dalam kasus Azwar hal tersebut tidak terjadi.

"Investigasi dan otopsi kematian Azwar akan menjadi bukti komitmen polisi menegakkan hak asasi manusia. Jangan sampai negara justru mengorbankan orang tak bersalah untuk kepentingan uang pihak-pihak tertentu," ucap Patra.

Sementara upaya pengungkapan kontroversi yang terjadi dalam kasus JIS terus menguat. Selain sejumlah lembaga mendorong adanya investigasi dan otopsi terhadap jasad Azwar, beberapa tokoh juga meminta polisi bisa menunjukkan tanggungjawabnya dalam melindungi setiap warga negara.

Mantan Wakil Kepala Polri Komjen Pol (Purn) Oegroseno misalnya. Dia menegaskan, masyarakat dapat melaporkan bila terjadi dugaan kekerasan saat proses penyelidikan yang dilakukan kepolisian. Laporan tersebut akan menjadi bahan masukan pengawas internal untuk melakukan evaluasi.

"Masyarakat bisa melaporkan ke Propam untuk jadi bahan masukan,” kata Oegro belum lama ini.

‎Sedangkan Koordinator Kontras Haris Azhar menegaskan, klarifikasi yang dilakukan Kompolnas harus menjadi pintu masuk investigasi terhadap laporan kekerasan terhadap pekerja kebersihan PT ISS dalam dugaan kasus pelecehan seksual di JIS. "Polisi jangan hanya menunggu laporan, harus aktif dan proaktif terlebih jika kasus hukum tersebut juga menimpa orang kecil," ujar Haris pekan lalu. (Rmn/Ado)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya