Liputan6.com, Jakarta Indonesia jadi negara keempat dengan beban tuberkulosis (TB) paling tinggi di dunia. Tak hanya pemeliharaan kesehatan pada populasi umum yang perlu dijaga dari tuberkulosis, tapi juga warga binaan yang ada di rumah tahanan negara (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas).
Bahkan, angka penemuan kasus TB di lapas dan rutan bisa 11 hingga 81 kali lebih tinggi dibandingkan populasi umum seperti yang diungkapkan oleh Direktur Bina Kesehatan dan Perawtan Narapadina Kementerian Hukum dan HAM, Drs. Nugroho., Bc.IO., M.Si dalam Workshop Jurnalis Media Tuberkulosis Rutan Klas 1 Cipinang, Jakarta Timur, Selasa (24/2/2015).
"Penghuni lapas rentan terkena TB karena kepadatan penghuni yang melebihi kapasitas, juga minimnya jumlah dan distribusi tenaga kesehatan, belum optimalnya tata ruangan dan sirkulasi udara ruangan yang sesuai dengan kaidah pencegahan dan pengendalian infeksi TB," tambah Nugroho.
Di Rumah Tahanan Klas 1 Cipinang misalnya ada sekitar 3400 penghuni semenetara kapasitas hunian hanya 1136 tahanan hal ini memungkinkan tahanan yang masuk dengan TB dengan mudahnya menularkan ke tahanan lainnya seperti diungkapkan Koordinator Poliklinik Rutan Klas 1 Cipinang dokter Yulius Sumardi SH.
Ditambahkan dokter Yulius, faktor sosial ekonomi penghuni sebagian besar penghuni rutan yang rendah ikut menjadi faktor tak terjaga kesehatannya sehingga memiliki TB tanpa pengobatan.
Untuk mengendalikan tuberkulosis, dokter Yulius menerangkan untuk adanya skrining TB bagi tahanan baru. Akan diberikan masker bila ada yang batuk dan melakuan pemeriksaan lebih lanjut jika diduga TB.
"Untuk di Rutan Klas 1 Cipinang dari 3175 penghuni yang positif TB 18 orang. Semuanya sudah mendapatkan perawatan sementara masih ada 6 lagi yang antri jalani pemeriksaan," ujarnya.