Liputan6.com, Jakarta - Sega merupakan salah satu juara konsol rumahan yang sempat melejit namanya di era tahun 1990-an. Bahkan, eksistensi konsol mereka mampu meraih popularitas konsol Nintendo seperti Super Nintendo. Namun saat ini, sepertinya hal itu hanyalah mimpi belaka bagi perusahaan game yang terkenal dengan karakter Sonic-nya tersebut.
Menurut informasi yang dilansir laman PlayStation Lifestyle, Kamis (26/2/2015), Sega sempat mengalami pemindahan lokasi gedung dan pengurangan jumlah karyawan. Tak hanya itu, Sega juga sempat mengalami kerugian dan bahkan sempat menolak rencana kerjasama dengan pihak Sony.
Advertisement
Ketika diwawancara oleh Games Industry, mantan CEO Sega pada era tahun 1990an, Tom Kalinske mengutarakan pendapatnya terhadap isu ini. Ia terkejut mendengar perusahaan dimana ia sempat bekerja tutup di San Francisco.
Ia juga menyatakan bahwa seharusnya Sega bisa bersaing dengan Sony dan Microsoft pada saat sekarang, bukannya harus menjadi perusahaan yang menanggung masalah-masalah buruk di industri game.
Kalinske mengatakan bahwa hal ini memang tidak bisa dihindari. Semua masalah ini bisa ditanggulangi kalau Sega memang memilih keputusan yang tepat sebagaimana yang direncanakan pada 20 tahun lalu. Nyatanya selama 20 tahun ini Sega selalu membuat kesalahan dan tidak mengikuti rencana yang telah ditetapkan.
Kalinske berhenti menjadi CEO dari Sega pada tahun 1996, bahkan ia juga sempat mengusung rencana kerjasama antara pihak Sega dan Sony. Dua eksekutif Sony of America juga sempat menyetujui rencana Sega untuk membuat satu konsol dengan pertimbangan berbagi biaya pembuatannya dan resiko kerugian yang untuk sementara akan diterima di awal tahun.
Pihak Sony pun mengungkap bahwa mereka pernah ditolak oleh Sega dan itu merupakan salah satu keputusan paling bodoh yang terjadi di sepanjang sejarah bisnis industri game.
"Bagaimanapun, meskipun memiliki nasib di ujung tanduk, Sega tidak akan naas seperti Atari yang berakhir begitu saja pada eranya. Sega bisa saja dibangkitkan kembali," ujar Kalinske yang juga mantan eksekutif Mattel yang sempat 'menghidupkan' kembali brand Hot Wheels dan Barbie.
"Ketika sebuah brand produk mati, tentunya ada beberapa hal yang salah dilakukan oleh perusahaan dalam mengambil keputusan," ujar Kalinske. "Saya berpikir banyak sekali brand bagus namun mati ditelan waktu, sebut saja Atari. Namun kenapa Atari tidak bisa bertahan? Hal itu bisa saja dikarenakan banyaknya pengambilan keputusan yang salah. Semoga saja hal ini tidak terjadi kepada Sega."
(jek/dew)