Bhatoegana Daftarkan Praperadilan ke PN Jakarta Selatan Besok

"Kita sudah siapkan gugatannya juga," ujar kuasa hukum Sutan Bhatoegana.

oleh Moch Harun Syah diperbarui 26 Feb 2015, 19:39 WIB
Kuasa Hukum Sutan Bhatoegana menyatakan akan mempraperadilankan KPK (Liputan6.com/ Moch Harun Syah)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana mengajukan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tidak terima dengan status tersangka yang disematkan kepadanya. Sutan saat ini ditahan atas dugaan penerimaan hadiah atau gratifikasi dalam pembahasan penetapan APBN-Perubahan 2013 untuk Kementerian ESDM.

"Kita akan melakukan upaya hukum termasuk praperadilan, sebagai upaya pra adjudikasi untuk membatalkan status tersangka yang dilakukan oleh KPK yang kami nilai dilakukan secara semena-mena," kata kuasa hukum Sutan Bhatoegana, Eggi Sudjana dalam jumpa persnya di Jakarta, Kamis (26/2/2015).

"Jadi tidak ada pengakuan satu pun yang dapat meyakinkan bahwa Pak Sutan Bhatoegana telah menerima dana dari SKK Migas dan atau Kementerian ESDM sesuai pengakuan Iriyanto, Iqbal, dan Ade," imbuh Eggi.

Eggi mengungkapkan akan mendaftarkan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat 27 Februari 2015 besok atau paling lambat pada Senin 2 Maret 2015. "Kita sudah siapkan gugatannya juga," ujar dia.

KPK menetapkan mantan Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau gratifikasi dalam pembahasan penetapan APBN-Perubahan 2013 untuk Kementerian ESDM. Saat itu Sutan masih menjabat sebagai Ketua Komisi VII DPR.

KPK menetapkan Sutan sebagai tersangka pada 14 Mei 2014 dengan sangkaan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, dengan ancaman pidana paling lama 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar. (Mvi/Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya