KY Yakin Hakim PTUN Gunakan Nurani Putuskan Dualisme PPP

Komisi Yudisial itu umenilai demikian dilatari tetesan air mata dari Teguh saat membacakan putusan dualisme PPP tersebut.

oleh Oscar Ferri diperbarui 27 Feb 2015, 11:23 WIB
Hakim Tipikor sebelumnya menjatuhi hukuman pidana 5 tahun penjara‎ kepada mantan pegawai Komisi Yudisial (KY) Al Jona Al Kautsar.

Liputan6.com, Jakarta Komisioner Komisi Yudisial (KY) Taufiqurrohman Syahuri meyakini Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) telah memutus mengabulkan gugatan mantan Ketua Umumm DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali atau SDA dengan hati nurani.

Majelis Hakim PTUN yang diketuai Teguh Setya Bhakti memutus mengabulkan dan membatalkan pengesahan kepengurusan DPP PPP kubu Romahurmuziy oleh Kementerian Hukum dan HAM.

Pria yang akrab disapa Taufiq itu menilai demikian dilatari tetesan air mata dari Teguh saat membacakan putusan. "Saya percaya ia memutus dengan hati nurani, sebab ia bisa menangis ketika membaca ayat suci yang kemungkinan karena ia terharu dengan perpecahan umat Islam," kata Taufiq, Jumat (27/2/2015).

Menurut Taufiq, sejauh ini sudah dua kali Teguh memutus perkara besar yang membatalkan keputusan negara. Pertama, mengabulkan gugatan dipilihnya Patrialis Akbar sebagai hakim Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kedua, megabulkan gugatan SK Kemenkum HAM kepengurusan PPP Kubu Romi.

Atas dasar perkara yang menyangkut kepentingan negara itu, Taufiq memperkirakan, Teguh merasa lega karena sudah menyelesaikan perkara tersebut. "Dan bisa juga ia merasa lega karena telah memutus perkara besar, dua kali ia membatalkan putusan negara yang dikeluarkan pemerintah," ujar dia.

Memang, lanjut Taufiq, perkara Tata Usaha Negara itu persoalan prosedur administrasi. Tetapi putusan terhadap kedudukan pejabat negara yang salah prosedur administrasi seharusnya mudah dilihat.

"Makanya jika terbukti tidak prosedural, berarti kan tidak sah," ujar Taufiq.

‎Ketua Majelis Hakim Teguh Setya Bhakti sebelumnya beberapa kali meneteskan air mata saat ‎membacakan amar putusannya terkait gugatan mantan Ketua Umum DPP PPP Suryadharma Ali dari kubu Djan Faridz kepada Kementerian Hukum dan HAM soal pengesahan kepengurusan DPP PPP kubu Romahurmuziy atau Romi.

Dengan melampirkan beberapa surat dalam Alquran, Teguh mengatakan seharusnya dua kubu bisa bersatu, bukan justru terpecah belah.

"Umat Islam harusnya bersatu. Tidak bercerai berai‎," ujar Teguh sambil menangis di sela pembacaan amar putusan di Gedung PTUN, Jakarta Timur, Rabu (25/2/2015).

‎Dalam amar putusannya, Teguh menyatakan menerima permohonan gugatan tersebut. Majelis juga menyatakan pengesahan kepengurusan DPP PPP kubu Romi oleh Kemenkum HAM tidak sah. Dengan begitu, surat pengesahan kepengurusan kubu Romi yang diterima dari Kemenkum HAM juga dinyatakan batal.

"Mengabulkan gugatan penggugat diterima seluruhnya. Kemudian membatalkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM No M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014," kata Teguh saat membacakan amar putusannya.

Dalam pertimbangannya, Majelis berpendapat, Kemenkum HAM selaku pihak tergugat melakukan intervensi terhadap‎ konflik internal PPP. Sehingga dianggap tidak menimbulkan kepastian hukum. Selain itu, pengadilan juga tidak bisa membiarkan Kemenkum HAM menerbitkan SK dan kemudian membiarkan masalah ini dengan melemparnya ke PTUN. (Ali/Mut)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya