Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah tercatat anjlok dan bergerak mendekati level terendahnya dalam 17 tahun terakhir dengan menembus level 13.000 per dolar AS pada perdagangan hari ini.
Kondisi tersebut akan menggairahkan ekspor Indonesia sehingga dapat mendongkrak neraca perdagangan untuk mengecap surplus.
Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa, Sasmito Hadi Wibowo mengungkapkan, harga barang atau produk ekspor Indonesia ke luar negeri akan lebih kompetitif dari pelemahan kurs rupiah.
"Kalau buat eksportir nilai rupiah yang melemah dapat mendorong peningkatan ekspor karena harga barang kita menjadi relatif murah di pasar mancanegara, sehingga permintaan meningkat," ujarnya dalam pesan singkat yang diterima Liputan6.com, Jakarta, Senin (2/3/2015).
Kurs rupiah yang terdepresiasi, kata Sasmito diharapkan dapat menekan impor migas maupun non migas. Namun saat ditanyakan mengenai potensi terjadi surplus lebih besar di Februari ini dari realisasi US$ 710 juta pada Januari lalu, dia mengaku belum tahu.
"Apakah akan lebih tinggi atau lebih rendah dari US$ 710 juta masih sulit ditebak. Karena Februari bulan pendek, jika beda kurang dari 10 persen bisa dianggap serupa dengan Januari lalu," terang dia.
Sasmito mengatakan, Indonesia perlu bekerja keras untuk mencatatkan surplus neraca perdagangan secara signifikan. Pasalnya kondisi pasar dunia belum mengarah pada perbaikan.
Di samping itu, dia berharap, agar Indonesia tetap menjaga hubungan bilateral dengan negara lain, termasuk persoalan vonis mati bagi warga negara Brazil supaya tidak mengganggu kerjasama ekspor impor Indonesia.
"Walaupun perdagangan kita dengan Brazil nggak terlalu besar, kita harus menjaga semua pasar internasional agar terjalin dengan baik," tukas Sasmito. (Fik/Ndw)
Advertisement