Kisah Panti dan Petir, Harimau Sumatera yang Kembali ke Habitat

Pada Oktober 2011, harimau betina itu terlihat di sekitar PRS TWNC. Telapak kakinya terluka.

oleh Liputan6 diperbarui 03 Mar 2015, 15:16 WIB
Seekor harimau Sumatera (panthera tigris sumatrae) jerat kawat baja di kebun akasia konsesi PT Arara Abadi di Kabupaten Pelalawan, Riau. (Antara).

Liputan6.com, Bandar Lampung - Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti hari ini, Selasa (3/3/2015), melepas 2 ekor harimau Sumatera bernama Panti dan Petir. Dua satwa yang dilindungi itu dilepasliarkan di Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung.

Panti dan Petir dilepasliarkan setelah menjalani rehabilitasi di Pusat Pelestarian Satwa Liar Tambling atau Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) yang berada di bawah naungan Yayasan Artha Graha Peduli.

"TWNC kembali mendapat kesempatan untuk ketiga kalinya melepasliarkan dua harimau Sumatera yang secara kesehatan sudah layak untuk dikembalikan ke habitatnya," kata pemilik TWNC yang juga pengusaha, Tomy Winata, Minggu 1 Maret 2015.

Panti dan Petir merupakan 2 dari 9 harimau Sumatera yang dilepas ke alam liar. Keduanya mempunyai hubungan darah. Petir merupakan anak Panti.

Sebelum melahirkan Petir, Panti yang kini berusia 12 tahun sebetulnya pernah dilepasliarkan ke habitatnya pada 2010. Namun pada Oktober 2011, harimau betina itu terlihat di sekitar PRS TWNC. Telapak kakinya terluka. Tim pengasuh TWNC kemudian menangkap Panti untuk merawat lukanya.

Setelah menjalani perawatan sekitar 3 minggu, Panti ternyata diketahui sedang hamil. Satwa langka yang dilindungi itu kemudian melahirkan 3 ekor bayi harimau pada 26 Oktober 2011. Tiga bayi harimau itu diberi nama Bintang, Topan, dan Petir oleh Ibu Ani Bambang Yudhoyono.

Petir, salah satu anak Panti yang kondisinya sudah siap dilepasliarkan. Di usianya yang ketiga, pertumbuhan Petir jauh lebih pesat dan sehat dibandingkan dua saudaranya. Bobot Petir saat ini sekitar 120 kg.

"Panti dan Petir sudah dipingit di kandang sejak Jumat malam (27 Februari 2015). Keduanya puasa makan agar saat nanti keluar mereka buas," ujar perawat PRS TWNC, Marizal.

Sebagai persiapan mengembalikan dua hewan itu ke habitat aslinya, petugas tidak membolehkan Panti dan Petir banyak bermain agar mereka liar dan tidak manja.

Dokter Hewan Taman Safari Bongot Mulia menjelaskan, harimau yang akan dilepasliarkan sudah menjalani evaluasi panjang. "Ada parameter-parameter yang dilihat, misal harimau menunjukkan sifat potensial dia individu yang layak dilepas dari cara dia menangkap mangsa, makan, dan reaksi perjumpaan dengan orang," tutur Mulia.

Selain itu, kesehatan juga menjadi parameter penting seperti pemeriksaan darah, feses, parasit, dan organ reproduksi. "Meyakinkan dia dalam kondisi sehat, dilihat fisik dan anatomi karena yang kami lepas nanti ke alam liar harus bebas dari penyakit dan bisa bereproduksi secara baik," jelas dia.

Berbeda dengan singa Afrika yang hidup komunal, semua subspecies harimau yang masuk dalam genus kucing besar bersikap soliter dan tidak akan berinteraksi selain pada musim kawin. Secara ideal, satu harimau Sumatera jantan dewasa memerlukan habitus hingga ratusan hektar.

Pelepasliaran harimau Sumatera yang berlangsung hari ini merupakan pelepasliaran ketiga. Pelepasliaran pertama berlangsung pada 22 Juli 2008, yakni melepas Pangeran dan Agam. Kemudian ketiga, pada 22 Januari 2010, melepasliarkan Panti dan Buyung. (Ant/Sun/Mut)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya