DPR: RUU Perlindungan TKI Harus Bisa Berantas Mafia Buruh Migran

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia sudah masuk ke dalam RUU Prioritas 2015.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 03 Mar 2015, 17:44 WIB

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi IX DPR Djoni Rolindrawan mengatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia sudah masuk ke dalam RUU Prioritas 2015. Sehingga pada saat pembahasannya nanti, Komisi IX sudah akan membahas hal-hal yang substansial.

Politisi Partai Hanura itu menjelaskan RUU tersebut akan memberikan payung hukum perlindungan TKI untuk menghadapi mafia buruh migran yang marak terjadi dan seakan tak pernah teratasi itu.

"Sehingga tidak ada lagi cerita sedih yang sering kita dengar terhadap nasib pahlawan devisa kita di luar negeri sana," kata Djoni dalam diskusi di Press Room DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (3/3/2015).

Sementara itu, peneliti masalah buruh migran dari Nation and Character Building Institue, Juliaman Saragih, menyarankan agar RUU Perlindungan TKI itu juga menjelaskan terhadap jaminan sosial yang dimiliki oleh buruh migran pada saat bekerja. Sebab selama ini, dia melihat ambiguitas bahwa jaminan sosial yang menjadi program wajib negara hanya berupa konsorsium asuransi.

"Yang menjadi pertanyaan besar bahwa tenaga kerja asing dan tenaga kerja wajib memiliki jaminan sosial minimal enam bulan dari masa kerja. Kenapa TKI kita tidak diberikan jaminan sosial yang sama?" ujar Juliaman.‎

Pemerhati Migran Care, Anis Hidayah, menambahkan yang seharusnya dilakukan DPR dan pemerintah adalah RUU yang dimaksud harus direvisi mengikuti ratifikasi konvensi perlindungan buruh migran ILO pada 1989 dan 2011 yang mengatakan, pekerja rumah tangga tidak bisa disebut sebagai pekerja informal dan PRT harus diberi lingkungan kerja yang layak.

"Yang kedua bagaimana industrialisasi buruh migran itu harus dihentikan. Industrialisasi mengarah ke perdagangan manusia," imbuh Anis.

Anis menilai yang selama ini terjadi peran negara dalam memberikan perlindungan kepada buruh migran tidak tampak. Sehingga swasta memainkan perannya dan memperlakukan TKI layaknya komoditas yang diperdagangkan. "Jangan lagi negara hadir lewat swasta. Akhirnya mereka jadi objek bisnis. Biaya jadi mahal," tegas Anis.

Anis menginginkan RUU Perlindungan TKI itu juga mengatur bagaimana pelayanan calon buruh migran itu bisa hadir semenjak dari desa. Agar informasi yang dibutuhkan bisa didapatkan semenjak dari awal seorang warga yang ingin menjadi buruh.

"Itu juga memotong biaya yang tidak semestinya," tandas Anis. (Tya/Yus)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya