Kompleksnya Masalah Perempuan di Wilayah Rawan Konflik

Permasalahan perempuan di wilayah rawan konflik sangat kompleks sehingga memerlukan sinergitas dari banyak kementerian dan lembaga

oleh Liputan6 diperbarui 05 Mar 2015, 13:31 WIB
Bank Dunia mendorong kerja sama dengan lembaga pembangunan dan institusi finansial internasional untuk cegah kekerasan pada anak

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyatakan bahwa perempuan dan anak-anak rentan menjadi korban konflik baik yang berskala besar maupun kecil sehingga perlu mendapat perlindungan dan perhatian bagi semua pihak.

"Berdasarkan hal tersebut, pemerintah tengah mempersiapkan rencana aksi nasional mengenai perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak dalam konflik sosial," kata Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Sri Danti di Jakarta, Rabu.

Dia menjelaskan, pada saat ini pemerintah telah melakukan rapat koordinasi teknis implementasi rencana aksi nasional tersebut.

"Semua pihak yang terlibat telah bertemu dan berkoordinasi baik dari pemerintah maupun masyarakat sipil," katanya.

Permasalahan perempuan di wilayah rawan konflik, kata dia, sangat kompleks sehingga memerlukan sinergitas dari banyak kementerian dan lembaga.

Dalam rencana aksi tersebut, kata dia, akan dilakukan sejumlah aksi di antaranya mengintensifkan program pencegahan termasuk upaya kesadaran masyarakat, pemerintah, lembaga adat dan forum komunikasi antarumat.

"Termasuk media massa dan unit pelayanan perempuan kita libatkan dalam upaya perlindungan perempuan dan anak dalam wilayah rawan konflik sosial," katanya.

Selain itu, kata dia, ada program penanganan termasuk peningkatan akses dan layanan yang dibutuhkan perempuan dan anak korban kekerasan terutama di wilayah konflik oleh kementerian/lembaga terkait.

Selain itu, ada program pemberdayaan dan partisipasi perempuan dalam peristIwa konflik sosial.

"Mencakup upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemandirian dan kapasitas perempuan agar dapat berpartisipasi di dalam menciptakan perdamaian, melakukan negosiasi, mediasi, advokasi hingga keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan," katanya.

Pelaksanaan rencana aksi, kata dia, membuka peluang keterlibatan para pemangku kepentingan di luar pemerintah, termasuk akademisi, dunia usaha dan lain sebagainya.

Untuk melaksanakan rencana aksi tersebut, akan ditetapkan kelompok kerja perlindungan serta pemberdayaan perempuan dan anak dengan melibatkan 17 kementerian dan lembaga pemerintahan.

"Rapat koordinasi teknis rencana aksi ini diharapkan nantinya bisa ditindaklanjuti oleh kelompok kerja dan pemangku kepentingan guna mendorong percepatan pemberdayaan serta perlindungan perempuan dan anak," katanya.

Sementara itu, Kementerian/Lembaga yang terlibat telah mengadakan rapat koordinasi teknis implementasi rencana aksi nasional.

Rencana aksi tersebut, kata dia, merupakan salah satu amanat dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18/2014 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial.

"Rapat ini menjadi sarana informasi sekaligus sosialisasi kepada pemangku kepentingan tentang komitmen pemerintah Indonesia dalam meningkatkan partisipasi perempuan dalam pencegahan, penanganan dan pemulihan akibat konflik," katanya.

Selain itu, mewujudkan dan menjaga perdamaian mulai dari lingkup yang paling kecil di komunitas sampai lingkup yang lebih luas dalam konteks pembangunan Indonesia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya