Bila Para Remaja Menjadi Begal, Apa yang Salah?

Tren yang berkembang pada saat ini menunjukkan kondisi pelaku begal atau kejahatan lainnya semakin "meremaja" atau "memuda".

oleh Liputan6 diperbarui 06 Mar 2015, 16:00 WIB
Ilustrasi Begal Motor

Liputan6.com, Jakarta Beberapa waktu belakangan ini, kata begal atau perampasan di jalan menjadi sangat populer di masyarakat. Bukan hanya menjadi perbincangan mulut ke mulut, namun kata begal juga sering ditemui di media sosial.

Satu sama lain saling mengingatkan untuk berhati-hati dalam membawa kendaraan bermotor, karena aksi pencurian dengan menggunakan kekerasan atau yang dikenal dengan sebutan begal semakin membuat resah.

Namun demikian, yang lebih meresahkan adalah kenyataan bahwa sebagian dari para pelaku begal yang tertangkap masih anak remaja yang berusia sekitar 18 tahun.Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis bahwa tidak sedikit anak remaja yang menjadi pelaku atau bahkan menjadi korban begal.

"Ini sangat mengkhawatirkan," kata komisioner KPAI Susanto. Untuk itu, KPAI minta pemerintah dan penegak hukum mengatasi kasus begal hingga tuntas.

"Kasus begal ini jangan sampai berlarut-larut, karena kita khawatir semakin banyak anak remaja yang menjadi pelaku atau menjadi korban," katanya.

Menurut dia, tren yang berkembang pada saat ini menunjukkan kondisi pelaku begal atau kejahatan lainnya semakin "meremaja" atau "memuda".

"Dengan kata lain, profil pelaku semakin hari semakin banyak yang berusia muda, bahkan ada yang berusia 18 tahun," katanya.

Berdasarkan hal tersebut, KPAI membuat sebuah kajian mengenai pemicu keterlibatan anak remaja pada praktik begal. "Hasil kajian kita menunjukkan banyak sekali faktor penyebab anak terlibat begal," katanya.

Yang pertama, kata dia, pengaruh lingkungan dan teman sebaya. Kedua, karena disfungsi keluarga dan yang ketiga karena cara berfikir yang serba instan. "Faktor selanjutnya atau yang keempat adalah karena dampak dari bullying yang kerap dialami," katanya. Kelima, adalah karena dampak buruk dari tontonan yang mengandung unsur kekerasan.


KPAI Prihatin

Prihatin Begal

Senada dengan KPAI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyatakan prihatin atas kasus pencurian kendaraan bermotor dengan menggunakan kekerasan.

Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sri Danti mengatakan pihaknya telah mendengar laporan adanya anak remaja usia 18 tahun yang menjadi pelaku begal.

Sri Danti mengatakan, kasus begal yang melibatkan anak remaja sebagai pelaku harus menjadi perhatian bagi semua pihak. "Itu menjadi contoh bahwa aksi kekerasan sudah menjalar ke generasi muda," katanya.

Untuk menjauhkan anak remaja dari perilaku kekerasan, kata dia, semua pihak harus ikut berpartisipasi, termasuk orang tua, guru-guru di sekolah, hingga pemangku kepentingan. "Pemerintah daerah juga harus ikut berpartisipasi dalam menciptakan kota layak anak, kota yang ramah bagi tumbuh kembang anak, sehingga seorang anak mengalami tumbuh kembang yang baik," katanya.

Dia juga menambahkan, bahwa salah satu upaya memerangi kekerasan yang melibatkan anak remaja adalah melalui pengembangan Kota Layak Anak (KLA). "Konsep kota layak anak sangat baik untuk tumbuh kembang anak, sehingga anak tumbuh dengan karakter yang kuat dan jauh dari aksi kekerasan," katanya.

Kota layak anak, kata dia, merupakan kebijakan jangka panjang, dimana pendidikan moral, pendidikan karakter, pendidikan formal dan lain sebagainya lebih mudah diakses oleh anak hingga berusia 18 tahun.

Dengan mengembangkan konsep layak anak, kata dia, pemerintah optimis aksi kekerasan yang melibatkan anak-anak sebagai pelaku ataupun sebagai korban bisa diminimalisasi. Dia menambahkan, perlindungan anak harus dilakukan secara menyeluruh seperti hak tumbuh kembang anak, hak untuk berpartisipasi dan hak untuk mendapatkan rasa aman dan nyaman.

Konsep kota layak anak, menurut dia, akan mengintegrasikan semua aspek kehidupan seperti pendidikan, ekonomi, kesehatan bahkan taman bermain untuk menunjang kehidupan anak di Indonesia.

Untuk itu, kata dia, pemerintah terus melakukan sejumlah upaya guna mendorong pembangunan kota layak anak guna mengoptimalkan perlindungan terhadap generasi penerus bangsa. "Dalam perjalanan lima tahun lebih ini banyak capaian yang telah dilakukan," katanya.

Dia menjelaskan, Pada tahun 2010 jumlah daerah yang menginisiasi KLA hanya 15 kabupaten/kota. "Saat ini jumlah tersebut telah meningkat menjadi lebih dari 15 provinsi dan lebih dari 190 kabupaten/kota," katanya.


Keterlibatan anak disayangkan

Orang Tua
Sementara itu, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) juga menyayangkan keterlibatan anak remaja dalam kasus begal. Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN, Sudibyo Alimoeso mengatakan aksi kekerasan yang dilakukan oleh remaja merupakan dampak dari berbagai faktor. "Salah satunya pengaruh lingkungan," katanya.

Menurut dia, agar anak tidak mudah terpengaruh oleh hal negatif maka peran orang tua sangat dibutuhkan. "Pengasuhan dan pendampingan dari orang tua merupakan syarat mutlak, jangan karena merasa anak sudah berusia 17 tahun atau lebih maka orang tua membebaskan pergaulan anak tanpa diawasi," katanya.

Dia menambahkan, orang tua harus menciptakan suasana yang harmonis di rumah agar tumbuh kembang anak semakin optimal. "Pendidikan karakter, pendidikan agama, dan memberi contoh perilaku yang baik agar anak tumbuh dengan karakter yang baik dan tidak mudah terpengaruh hal negatif dari luar," katanya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya