Kriminolog Soal Eksekusi: Penjahat Juga Manusia, Punya Hak Hidup

Sebanyak 10 terpidana mati yang ditolak grasinya oleh Presiden Jokowi akan segera menghadapi eksekusi.

oleh Nadya Isnaeni diperbarui 07 Mar 2015, 14:25 WIB
Pemerintah Jokowi menegaskan Indonesia menetapkan hukuman mati untuk bandar dan pengedar narkoba tanpa ampun. Di Januari 2015

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 10 terpidana mati yang ditolak grasinya oleh Presiden Jokowi segera menghadapi eksekusi. Namun keputusan yang diambil atas nama pemberantasan narkoba tersebut dibanjiri protes, tak cuma dari luar negeri.

Hukuman mati dinilai melanggar hak asasi manusia. Ketua Program Pascasarjana Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia (UI) Iqrak Sulhin menilai, kesalahan ada pada sistem peradilan pidana di Tanah Air.

Menurut dia, banyak di antara keputusan yang diputus tersebut mengalami kekeliruan dan intimidatif.

"(Eksekusi mati) Bentuk negara yang nggak mau mikir tentang pencegahan kejahatan. Menghabisi nyawa dan nggak mau berpikir bagaimana mencegahnya," kata Iqrak dalam diskusi 'Akademisi Menolak Hukuman Mati' yang diselenggarakan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/3/2015).

"Penjahat juga manusia. Penjahat juga memiliki hak hidup." Dia menilai, hukuman mati tak akan menimbulkan efek jera.

Sementara itu, sembilan terpidana mati sudah dibawa ke Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Termasuk duo Bali Nine Myuran Sukumaran dan Andrew Chan.

Menurut Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Nur Ali, status regu tembak menunggu perintah dari Kejaksaan Agung untuk pelaksanaan eksekusi mati.

Sesuai UU No 2/PNPS/1964 tentang tata cara pelaksanaan pidana mati, untuk eksekusi hukuman mati, tiap narapidana akan menghadapi 14 personel penembak jitu. Berdasarkan aturan itu, Polda Jateng menyiapkan 140 penembak jitu karena ada 10 terpidana mati yang akan dieksekusi.

Sepuluh terpidana mati yang akan menghadapi eksekusi mati tahap 2 yakni Andrew Chan, Myuran Sukumaran, keduanya warga negara Australia, Raheem Agbaje Salami WN Nigeria, Serge Areski Atlaoui WN Prancis, Rodrigo Gularte WN Brasil, Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa dan Okwudili Oyatanze WN Nigeria, Martin Anderson alias Belo WN Ghana, dan Zainal Abidin WN Indonesia.

Satu lagi yaitu Mary Jane Fiesta Veloso, warga Filipina masih berada di LP Klas II A Yogyakarta. Dia baru-baru ini mengajukan Peninjauan Kembali atas hukuman mati yang dijatuhkan padanya dan tengah menunggu hasilnya. (Ndy/Riz)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya