Liputan6.com, Jakarta Salihara, sebuah kantong budaya yang tumbuh sejak 8 Agustus 2008 kini menyajikan film-film pilihan dalam program Indonesia Dalam Empat Layar. Program yang terselenggara sejak kemarin hingga hari ini, 7-8 Maret 2015 menyuguhkan empat film pilihan yang memotret Indonesia baik secara personal maupun sosial. Film-film yang akhirnya terpilih ini menjadi wakil karya anak bangsa yang dibingkai dalam sebuah frame dan disandingkan satu sama lain.
Dalam program ini, dipertontonkan kepada khalayak soal problematika kaum urban di Jakarta, konflik agama yang melanda tim sepakbola di Maluku sana, praktek KKN di Indonesia hingga kaitan moralitas dan praktek prostitusi. Hal tersebut disampaikan melalui film "Selamat Pagi, Malam" karya Lucky Kuswandi, "Cahaya Dari Timur: Beta Maluku" karya Dwimas Sasongko, "Sebelum Pagi Terulang Kembali" karya Lasja F. Susatyo dan "Something in the Way" karya Teddy Soeriaatmadja. Film karya Lucky dan Teddy yang sangat personal dalam arti penuh pergulatan batin di tengah lingkungan sosial dengan film-film yang kuat komitmen sosialnya seperti karya Dwimas dan Lasja.
Advertisement
Nirwan, sastrawan selaku penanggung jawab acara ini mengatakan bahwa film-film tersebut menarik maka dari itu patut di tonton kembali. "Film Indonesia itu 3 tahun terakhir sangat menarik. Film-film yang main (tayang-red) di bioskop itu sangat menarik, dan kalau menarik itu harus dilihat lagi, itu pertama. Kemudian dikumpulkan dan dipersandingkan satu sama lain", tutur Nirwan pasca pemutaran film pembuka, Selamat Pagi Malam. Banyaknya film-film yang menarik kini menjadikan Salihara bukan hanya ingin memberi ruang, tetapi frame yang tepat dalam screening film-film Indonesia.
"Seperti ini, bagaimana kita membungkusnya? ternyata ada 2 film yang sangat personal dan 2 film yang penuh komitmen sosial dimana keduanya berbicara soal Indonesia dari sudut pandang yang berbeda, contohnya seperti itu", ungkap Nirwan Dewanto yang dikenal atas perannya sebagai Albertus Soegijapranata dalam film Soegija, garapan Garin Nugroho.
Selain itu Nirwan mengatakan soal persoalan budaya menonton di Indonesia dimana banyak orang Indonesia yang meragukan kualitas film-film tanah air. Ke depan, pasca evaluasi program ini, Nirwan mengharapkan diadakan kembali screening film misalnya untuk film-film pendek atau film-film dokumenter yang eksperimental. Diakui olehnya, banyak film-film tanah air yang menarik dan harus ditonton oleh Indonesia. Industri perfilman harus juga dibangkitkan dengan budaya menonton masyarakat.