Hari Musik Nasional: Antara Hiburan, Politik dan Kritik Sosial

Musik tak melulu soal hiburan, tapi juga kerap berfungsi sebagai kontrol sosial dan bisa memberikan pengaruh sosio-politik yang kuat.

oleh Liputan6 diperbarui 09 Mar 2015, 18:57 WIB
Jokowi kembali melakukan Salam 2 Jari di setiap kesempatan di atas panggung (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Pertengahan tahun 2014 lalu, Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta menjadi lautan manusia. Ketika itu grup musik ternama Slank dan sejumlah musisi menggelar konser 'Salam 2 Jari'. Namun sejatinya acara itu tak sekadar pertunjukan musik, tapi juga menjadi gerakan politik.

Seperti ditayangkan Liputan 6 Petang SCTV, Senin (9/3/2015), konser salam 2 jari diyakini memberikan pengaruh politik yang besar kepada publik dalam memenangkan Joko Widodo pada Pilpres 2014 lalu.

Musik memang tak melulu berfungsi sebagai hiburan. Musik sering kali berfungsi sebagai kritik sosial dan bisa memberikan pengaruh sosial-politik yang kuat.

Grup musik legendaris Koes Bersaudara pernah merasakan dinginnya penjara Glodok, Jakarta. Mereka ditangkap tahun 1965 oleh tentara dari Komando Operasi Tertinggi.

Berbagai spekulasi memang bermunculan. Namun diyakini penahanan tersebut terkait musik Koes Bersaudara yang dianggap mewakili budaya Barat. Sesuatu yang tidak sejalan dengan sikap politik Bung Karno saat itu.

Dalam perjalanannya, sejarah musik Indonesia kerap bersentuhan dengan politik. Yang paling menonjol adalah grup Kantata Takwa yang dimotori Iwan Fals, Setiawan Djody, dan almarhum WS Rendra.

Melalui karyanya, Kantata Takwa melancarkan kritik untuk penguasa Orde Baru. Lagu-lagu Iwan Fals dan Kantata Takwa pun dianggap mewakili sikap politik sebagian warga yang tidak tersalurkan oleh lembaga politik resmi.

Salah satu pentolan grup Slank Bimbim mengatakan, seni punya peran penting dalam melakukan propaganda. Tak hanya musik, sejumlah seni lain seperti film, sastra, dan sebagainya mampu mengubah pola pikir manusia secara cepat.

"Seni ya. Seni bukan hanya musik. Tapi film, buku, puisi, sastra, teater itu adalah propaganda paling cepet buat mengubah pola pikir manusia," ujar Bimbim.

Hari ini, 9 Maret diperingati sebagai Hari Musik Nasional. Dalam perjalanan sejarahnya musik Indonesia telah berkontribusi membawa perubahan untuk masyarakat. Sudah selayaknya juga kalangan musisi memiliki kepekaan terhadap persoalan kemasyarakatan. (Nfs/Ein)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya