Transaksi Belanja Dipungut Pajak Bea Meterai, Ini Kata Pengusaha

Transaksi belanja konsumen sudah dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 10 Mar 2015, 08:01 WIB
(Foto: Ditjen Pajak)

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha ritel menentang kebijakan pemungutan bea meterai pada transaksi belanja di toko ritel. Pasalnya tidak ada satu pun negara yang mengenakan pajak bea meterai dalam struk belanja konsumen.

"Kebijakan ngawur, tentu kami menolak karena tidak ada negara manapun mengenakan biaya bea meterai pada transaksi belanja," ungkap Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Pudjianto kepada Liputan6.com, Jakarta, Selasa (10/3/2015).

Menurut Pudjianto, transaksi belanja konsumen sudah dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen. Pada jenis ritel tertentu, ada pajak servis 1 persen.  

Bea materai, sambung Pudjianto, selama ini hanya digunakan untuk dokumen penting bersifat perjanjian yang mengikat hukum. Sementara struk belanja tidak perlu memakai kuitansi maupun bea meterai atau dipungut pajak bea meterai.

"Ditjen Pajak tuh jangan terus berburu di kebun binatang, harusnya berburu di hutan yang masih banyak belum bayar pajak. Jangan cuma  anggota Aprindo yang disisir pajak terus," keluh Pudjianto.  

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Sigit Priadi Pramudito mengatakan, tetap akan mengenakan tarif bea meterai untuk belanja ritel dengan nominal tertentu. Beban pajak bea materai akan diterapkan pengusaha ritel kepada konsumen.

"Untuk belanja ritel juga dikenakan tarif bea meterai. Mereka (pengusaha ritel) yang menerapkan. Ini belum jadi angkanya, saya masih diskusikan," tegas dia. (Fik/Ahm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya