Teroris Merajalela, Pakistan Cabut Moratorium Hukuman Mati

Kelompok pegiat hak asasi memperkirakan lebih dari 8.000 orang sedang menanti hukuman mati di Pakistan.

oleh Anri Syaiful diperbarui 11 Mar 2015, 03:33 WIB
Suasana duka dan kemarahan mewarnai pemakaman korban tewas dalam serangan Taliban di sekolah di Peshawar, Pakistan.

Liputan6.com, Islamabad - Pemerintah Pakistan akan menerapkan lagi hukuman mati, beberapa bulan setelah moratorium eksekusi dicabut sebagian menyusul aksi terorisme. Dengan pencabutan moratorium atau penghentian sementara eksekusi mati, maka seluruh narapidana yang sudah melewati semua proses hukum dan yang permintaan grasinya ditolak akan menghadapi hukuman mati.

Seperti dimuat BBC yang dikutip Liputan6.com, Rabu (11/3/2015), eksekusi hukuman mati di Pakistan dihentikan lewat moratorium selama 7 tahun dan baru ditempuh lagi setelah serangan teroris terhadap sebuah sekolah pada Desember tahun silam.

Serangan yang dilancarkan kelompok militan Taliban di salah satu sekolah di Peshawar itu menewaskan 152 orang, 133 di antaranya anak-anak. Dilaporkan pula, 120 lebih orang cedera dalam serangan Taliban tersebut.

Tak lama setelah serangan itu, 4 Terpidana mati yang dinyatakan terlibat dalam rencana pembunuhan terhadap Presiden Pervez Musharraf pada 2003, dieksekusi.

Terkait dicabutnya moratorium tersebut, kelompok pegiat hak asasi memperkirakan lebih dari 8.000 orang kini sedang menanti hukuman mati di Pakistan

Pencabutan moratorium eksekusi dikecam oleh satu kantor penasihat hukum Justice Project Pakistan (JPP). Mereka berpendapat pelaksanaan hukuman mati 'tidak bertanggung jawab'.

"Kami sudah melihat beberapa kali adanya tindakan ketidakadilan dalam sistem pengadilan kriminal Pakistan dengan budaya penyiksaan polisi yang merajalela, tidak cukupnya konseling, dan pengadilan yang tidak seimbang," beber Direktur Eksekutif JPP, Sarah Belal.

Menurut Sarah, sekalipun mengetahui hal tersebut, pemerintah Pakistan secara tidak bertanggung jawab menerapkan kembali hukuman mati. (Ans)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya