Liputan6.com, Jakarta - Kerjasama antara PT Freeport Indonesia dengan PT Newmont Nusa Tenggara (NTT) terkait pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian bahan tambang (smelter) masih mandek.
Direktur Utama PT NTT Martiono Hadianto mengatakan, pengerjaan proyek smelter yang belum terealisasi bukan berarti kedua perusahaan tersebut tidak serius.
Advertisement
"Kami kerjasama dengan Freeport. Freeport juga serius, ini sudah lama. Ini suatu investasi cukup besar, bahwa kami tetap kerja sama dengan Freeport," ujar Martiono di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (11/3/2015).
Martiono mengungkapkan, salah satu yang menghambat proyek pembangunan smelter yaitu persoalan lahan. Kepastian akan lahan sangat penting mengingat proyek tersebut membutuhkan investasi besar.
"Karena begini, ini satu investasi yang besar, yang memerlukan financing yang besar. Dan financing yang besar perlu kepastian. Itu masalahnya. Itu satu," lanjutnya.
Selain itu, ketersediaan infrastruktur penunjang juga dianggap sangat penting. Oleh karena itu, Newmont juga memerlukan kepastian terkait hal ini.
"Karena ini investasi besar, masalah infrastruktur itu juga jadi masalah yang perlu dibicarakan dan diselesaikan. Itu sekarang yang terus dibahas. Tetapi saya dengar Freeport banyak majunya, mereka sudah menjajaki kerjasama denga pihak Jepang. Dan pembicaraan sudah agak lebih advance," jelas dia.
Terkait pembagian modal investasi untuk smelter, Martiono menyatakan, belum ada pembicaraan karena Freeport yang akan membangun smelternya. Hingga saat ini juga belum ada kerja sama dengan investor lain dalam proyek ini.
"Belum dibicarakan karena Freeport sudah secara publik, mereka akan bikin smelter. Itu yang sudah ada di publik. Smentara begitu, saya tidak berani katakan apa-apa di luar itu. Sementara ini kita dengan Freeport," kata Martiono.
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyatakan, pihaknya yakin kesepakatan antara kedua perusahaan akan segera selesai. Hal ini karena bagian dari syarat agar bisa melakukan ekspor.
"Tadi dibahas, karena itu bagian dari persyaratan untuk perpanjangan ekspor. Mereka sudah hampir closing, hampir ada kesepakatan," ungkap Sudirman. (Dny/Ahm)