Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) ingin PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) ikut berinvestasi dalam pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Gresik, Jawa Timur yang sedang dibangun PT Freeport Indonesia (PTFI).
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, R. Sukhyar mengatakan, masa perjanjian kerjasama smelter antara PT NNT dengan PTFI akan berakhir pada 30 Maret 2015. namun pihak PT NNT menunjukan niat untuk melanjutkan kerjasama tersebut.
Advertisement
"Kami tunggu dokumen (perjanjian kerjasama dengan Freeport) sebelum 18 Maret. Pak Martiono bilang pekan ini sudah selesai, kami tunggu," kata Sukhyar, di Kantor Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (11/3/2015).
Sukhyar mengungkapkan, keinginan dari kerja sama tersebut pihak NNT tidak hanya memasok konsentrat saja, tetapi juga ikut menanamkan modal pembangunan smelter.
"Yang penting mereka (NNT) sudah komitmen untuk terlibat dalam investasi," tutur Sukhyar.
Ia melanjutkan, batas waktu izin ekspor konsentrat tembaga dengan volume 350 ribu ton yang diberikan pemerintah akan habis pada 18 Maret. Batas waktu tersebut bisa diperpanjang dengan beberapa syarat diantaranya kemajuan dalam membangun smelter.
"Kalau sudah selesai itu (perjanjian kerjasama) ya diperpanjang (izin ekspornya). Kan bermanfaat bagi pemerintah, devisa negara," pungkasnya.
Sebelumnya Direktur Utama PT Newmont Nusa Tenggara Martiono Hadianto mengatakan, pengerjaan proyek smelter yang belum terealisasi bukan berarti antara Freeport dan Newmont tidak serius.
"Kami kerja sama dengan Freeport. Freeport juga serius, ini sudah lama. Ini suatu investasi cukup besar, bahwa kami tetap kerja sama dengan Freeport," ujar Martiono.
Martiono mengungkapkan, salah satu yang menghambat proyek pembangunan smelter yaitu persoalan lahan. Kepastian akan lahan sangat penting mengingat proyek tersebut membutuhkan investasi besar.
"Karena begini, ini satu investasi yang besar, yang memerlukan financing yang besar. Dan financing yang besar perlu kepastian. Itu masalahnya. Itu satu," tutur Martiono. (Pew/Ahm)