Liputan6.com, Moskow - Presiden Rusia Vladimir Putin diisukan sakit karena tidak terlihat di depan umum sejak ia bertemu PM Italia Matteo Renzi di Moskow 5 Maret lalu. Namun juru bicara Presiden Vladimir Putin pada Kamis, 12 Maret lalu, menepis spekulasi tersebut.
"Presiden berusia 62 tahun itu benar-benar sehat. Genggamannya sangat kuat," kata juru bicara Presiden Putin, Dmitry Peskov, kepada radio Ekho Moskvy ketika ditanya apakah jabat tangan Putin baik-baik saja, seperti dikutip dari VOA News, Jumat (13/3/2015).
Komentar Peskov datang di tengah meluasnya spekulasi di internet Rusia dan media sosial bahwa Putin sedang sakit atau meninggal dunia, dicopot dari kekuasaan, atau terperangkap di tengah pertikaian antara faksi-faksi yang bersaing dalam aparat penguasa negara.
"Jadwal presiden sangat sibuk karena ia sedang mengurus isu-isu penting yang berkaitan dengan krisis ekonomi di negara itu. Presiden tidak akan menyampaikan pidato tahunan kepada para pejabat Dinas Keamanan Federal (FSB), badan keamanan utama Rusia, di mana Putin pernah menjabat sebagai pemimpin," tambah dia.
Hingga kini, Putin belum menampakkan diri di depan publik. Bahkan pertemuan dengan Presiden Kazakhstan dan Belarus yang rencananya berlangsung pada 12-13 Maret di Ibukota Kazakhstan, Astana, kabarnya ditunda.
Mengutip sumber di Pemerintahan Kazakhstan, kantor berita Reuters menyebutkan, pertemuan itu dibatalkan karena Putin jatuh sakit.
Tak hanya itu, Presiden Rusia itu juga dilaporkan membatalkan pertemuan dengan para pejabat republik sempalan Ossetia Selatan yang pro-Russia di Georgia. Seharusnya pertemuan berlangsung Rabu 11 Maret.
Website Pemerintah Rusia pada Rabu melaporkan, Putin berbicara melalui telepon hari Kamis dengan Presiden Armenia Serzh Sargsyan. Katanya, kedua pemimpin membahas aspek-aspek penting kemitraan Rusia-Armenia, terutama berkaitan dengan kerjasama penggunaan energi nuklir untuk damai, industri minyak dan gas.
Selain isu kesehatan Putin, semakin banyak pengamat politik Rusia mengatakan, konflik meletus antara faksi-faksi kuat menyusul pembunuhan pemimpin oposisi Boris Nemtsov di Moskow tanggal 27 Februari. Lima warga etnis Chechnya ditahan sehubungan dengan pembunuhan itu, termasuk Zaur Dadayev, mantan wakil komandan batalion Kementerian Dalam Negeri Chechnya.
Seorang hakim Rusia mengatakan, Dadayev telah mengakui tuduhan tersebut, namun kemudian mengatakan mengaku karena dipaksa.
Menurut beberapa pengamat, pembunuhan Nemtsov terkait perebutan kekuasaan antara FSB dan badan keamanan yang terhubung dengan pemimpin Chechnya Ramzan Kadyrov.
Sementara itu, Parlemen Eropa mengeluarkan resolusi pada Kamis kemarin menyerukan penyelidikan internasional independen berkenaan pembunuhan Nemtsov, yang disebut sebagai pembunuhan politik paling signifikan dalam sejarah Rusia belakangan ini.
Parlemen Eropa juga memperingatkan propaganda Kremlin telah mengubah Rusia menjadi negara penumpas penuh kebencian dan ketakutan. (Tnt/Sun)
Advertisement