Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) diperkirakan tetap mempertahankan suku bunga acuan/BI Rate di level 7,5 persen. Hal itu mengantisipasi sentimen eksternal terutama kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS)/The Federal Reserve dan menjaga defisit neraca transaksi berjalan.
Ekonom BCA, David Sumual menuturkan, memang ada ruang BI Rate turun mengingat data makro ekonomi Indonesia cukup baik. Neraca perdagangan Februari surplus sekitar US$ 750 juta. Indonesia juga masih mencatatkan deflasi sekitar 0,36 persen pada Februari 2015.
Advertisement
Meski demikian, sentimen eksternal masih mengkhawatirkan terutama soal kebijakan suku bunga AS. The Federal Open Commitee (FOMC) akan digelar dua hari mulai 17 Maret-18 Maret 2015. David menuturkan, kemungkinan BI memberi sinyal kapan suku bunga The Fed dinaikkan.
Saat ini data ekonomi AS cenderung variatif. Data tenaga kerja AS memang membaik. Akan tetapi, data ritel dan output industri cenderung melemah.
"Suku bunga AS memang ada kemungkinan dinaikkan dalam 2-3 pertemuan lagi, jadi kemungkinan dilakukan pada pertengahan tahun. Namun The Fed selalu mengemukakan be patient. Jadi suku bunga rendah ada kemungkinan berlanjut hingga kuartal III," ujar David, saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (17/3/2015).
Melihat kondisi itu, David melihat BI akan cenderung hati-hati. Apalagi pertemuan The Fed baru diketahui hasilnya pada Rabu pekan ini. Karena itu, BI akan mempertahankan suku bunga di level 7,5 persen. Pada 17 Februari 2015, BI menurunkan BI Rate sekitar 25 bps menjadi 7,5 persen.
Dengan kemungkinan BI Rate tetap, David menilai, BI akan menjaga neraca transaksi berjalan. Indonesia masih mencatatkan defisit neraca transaksi berjalan yang masih tinggi ketimbang Thailand dan Korea Selatan. Sehingga mata uang Rupiah lebih tertekan dibanding dua negara tersebut.
Selain itu, kondisi Indonesia dinilai lebih mirip Turki dan Afrika Selatan. “Indonesia mirip Turki. Defisit Turki bahkan dua kali lebih tinggi sehingga mata uangnya melemah 12 persen terhadap dolar AS. Indonesia sekitar 6 persen,” kata David.
Karena itu, David mendorong agar pemerintah dan BI menjaga kestabilan ekonomi sesuai dengan kemampuan. “Memang ambisi menggenjot ekonomi tetapi lihat kemampuan domestik Indonesia. Keinginan harus disesuaikan dengan kemampuan,” ujar David.
Hal senada dikatakan, Direktur PT Bahana TCW Asset Management, Budi Hikmat. BI akan fokus menstabilkan rupiah dengan menjaga neraca transaksi berjalan. Oleh karena itu, BI belum akan menurunkan BI Rate.
“BI cenderung tunggu dulu menggenjot ekonomi apalagi melihat rupiah sekarang. Fokus mereka lebih menjaga kestabilan,” tutur Budi.
Seperti diketahui, BI menargetkan defisit transaksi berjalan lebih sehat ke level 2,5 persen-3 persen pada 2015. (Ahm/)