Liputan6.com, Jakarta - Pencabutan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium yang dilakukan pemerintah dinilai wajar. Pasalnya, BBM merupakan energi fosil yang tidak layak disubsidi.
"Ini mendidik masyarakat bahwa BBM itu memang tidak layak disubsidi," kata Kepala Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Andy Noorsaman Sommeng saat berbincang dengan Liputan6.com, di Kantor BPH Migas, Jakarta, seperti ditulis Selasa (17/3/2015).
Advertisement
Andy menjelaskan, BBM adalah energi fosil yang tidak bisa diperbaharui sehingga akan cepat habis. Jika pemerintah terus memberi subsidi, harga jual BBM bakal murah. Hal ini akan membuat masyarakat tidak berhemat dan akan mengancam ketahanan energi untuk generasi ke depan.
"Karena ini tidak terbarukan, kalau dihabisi saja bagaiman anak cucu?" jelas Andi.
Ditambah, saat ini Indonesia bukanlah negara eksportir minyak, tapi malah mengimpor minyak dan BBM untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Ketergantungan pada impor ini akan menggerus devisa.
"Kalau impor terus nanti ambil uang negara lagi," ungkapnya.
Karena itu, di luar negeri harga BBM lebih mahal dua kali lipat dari harga keekonomiannya. Uang dari keuntungan tersebut untuk mendanai pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan mencari cadangan minyak baru.
"Di luar negeri dua kali harga keekonomian, untuk petroleum fund dan pengembangan EBT, sebagai cadangan dalam ini kita masa depan anak cucu kita," pungkasnya. (Pew/Ndw)