Liputan6.com, Kuala Lumpur - Putri sulung tokoh oposisi Malaysia, Anwar Ibrahim, Nurul Izzah ditahan pihak kepolisian negeri jiran. Seperti sang ayah, ia dikirim ke penjara. Atas tuduhan penghasutan.
Nurul Izzah Anwar, yang adalah wakil ketua Parti Keadilan Rakyat (PKR), ditahan atas pernyataannya di parlemen pekan lalu, yang mengritik keras sistem peradilan yang memenjarakan sang ayah.
Anwar Ibrahim ditahan setelah upaya kasasi yang diajukan atas kasus sodomi ditolak Mahkamah Agung. Vonis penjara 5 tahun dikuatkan dalam kasus, yang menurut sejumlah orang, bermuatan politis.
"Membuat pernyataan menghina bahwa mereka yang ada dalam sistem peradilan telah menjual jiwa mereka kepada setan," kata Kepala Kepolisian Malaysia, Khalid Abu Bakar dalam pernyataannya soal penangkapan Nurul Izzah, seperti dimuat Guardian.
Menurut Khalid, Nurul Izzah akan dibebaskan setelah selesai menjalani pemeriksaan pihak Kepolisian.
Dalam sidang di parlemen, Nurul Izzah membacakan pernyataan yang ditulis ayahnya, yang mengecam dakwaan dan proses pengadilan. Anwar Ibrahim juga mempertanyakan independensi peradilan Malaysia.
"Teman-teman, jangan biarkan mereka merampas hak kita. Fight for a fair Malaysia! Allahuakbar! Remanded but never defeated," demikian ujar Nurul Izzah dalam akun Twitternya @n_izzah, seperti dikutip dari BBC, Selasa (17/3/2015).
Portal berita The Malaysian Insider melaporkan bahwa penahanan Nurul Izzah dilakukan, setelah seorang politisi melapor ke polisi terkait pernyataan perempuan itu dalam parlemen.
Padahal, Malaysia mengenal hak istimewa parlemen, di mana para politisi di sana tidak bisa dituntut pertanggungjawaban secara perdana dan pidana atas pernyataannya di DPR.
Sementara, keluarga besar Anwar Ibrahim mengecam penahanan Nurul Izzah. "Kami berpendapat bahwa penahanan saudari kami adalah ilegal dan inkonstitusional," kata Nurul Huha, membacakan pernyataan sikap keluarga.
Sejumlah kritikus pemerintah berpendapat, pasal penghasutan di Malaysia makin sering digunakan untuk membungkam perbedaan pendapat.
Menyusul sejumlah demonstrasi menuntut terorisme pada 2012, Perdana Menteri Najib Razak berjanji menghapus pasal penghasutan -- yang diberlakukan sejak masa kolonial Inggris. Namun tahun lalu, ia menarik pernyataannya, mempertahankan pasal tersebut, bahkan diperkuat. (Ein/Tnt)
Advertisement