Liputan6.com, Jakarta - Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang memiliki makna 'Berbeda-beda tetapi tetap satu jua,' ternyata juga berlaku dalam tata kelola internet. Peranan pemangku kepentingan majemuk (multi-stakeholder) juga berlaku untuk mengatasi tantangan-tantangan dalam tata kelola internet.
Mengutip penjelasan dalam buku, Head of The Geneva Internet Platform, Jovan Kurbalija memaparkan bahwa tata kelola internet adalah pembangunan dan penerapan prinsip-prinsip, norma-norma, aturan-aturan, prosedur-prosedur pembuatan keputusan, dan program-program yang membentuk evolusi dan penggunaan Internet secara bersama-sama, oleh pemerintah, swasta dan masyarakat sipil dalam peran masing-masing.
Sebagai orang yang lalang-melintang dalam dunia Teknologi Informasi (TI), Jovan melihat ada lima tantangan dalam tata kelola internet.
Lima tantangan utama itu adalah soal infrastruktur, hukum, ekonomi, pembangunan, dan sosial budaya. Untuk bisa mengatasi tantangan tersebut, menurut Jovan, harus disesuaikan dengan isu masing-masing dan pemerintah membutuhkan bantuan dari pihak lain yang bersangkutan.
Soal infrastruktur mengenai keamanan cyber, misalnya, pemerintah harus bekerjasama dengan kelompok yang memahami soal keamanan dari sisi teknis.
"Cara mengatasi isu-isu tersebut berbeda. Misalnya untuk keamanan cyber, pemerintah memang memiliki kemampuan untuk memerangi kejahatan cyber. Namun mereka tetap membutuhkan bantuan dari komunitas teknis," tutur Jovan saat ditemui dalam sesi kuliah umum mengenai tata kelola internet di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Jakarta, Selasa (17/3/2015).
Contoh lainnya, kata Jovan, mengenai isu ekonomi, misalnya e-commerce (perdangan elektronik). Untuk membuat kebijakan mengenai hal ini, tentunya pemerintah harus bekerjasama dengan kalangan bisnis yang terjun langsung dalam sektor tersebut.
"Jadi, dalam mengatasi tantangan-tantangan itu semuanya tergantung dari isu itu sendiri," jelasnya.
Maka dari itu, kata Jovan, peranan multi-stakehholder dalam tata kelola internet sangat penting. Dengan begitu, semuanya dapat menghasilkan kebijakan demi kepentingan bersama.
Menurutnya, Indonesia sudah menerapkan metode multi-stakeholder. Terbukti pemerintah terbuka dengan keterlibatan berbagai pihak terkait mengelola berbagai hal yang ada di dalam 'dunia internet', termasuk memberikan pandangan dan masukan.
"Salah satunya adalah APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) yang memberikan masukan dari sisi pandangan secara teknis," tutur Jovan.
(din/isk)
Advertisement