8 Mitos tentang Emosi

Emosi merupakan sesuatu yang harus ditangani dengan baik. Simak mitos-mitos dalam menangani emosi di bawah ini!

oleh Indy Keningar diperbarui 20 Mar 2015, 13:30 WIB
Emosi merupakan sesuatu yang harus ditangani dengan baik. Simak mitos-mitos dalam menangani emosi di bawah ini!

Liputan6.com, Jakarta Sadarkah Anda bahwa dalam sehari-hari, pembicaraan tentang emosi menjadi hal yang harus ditutup-tutupi?

Sungguh aneh mengingat emosi merupakan bagian yang vital dalam sehari-hari kita. Namun mengapa dalam pembicaraan kita lebih berfokus pada apa yang kita dan orang lain lakukan atau pikirkan? Sering kali, dalam pembicaraan kita memulai dengan kata-kata "menurut saya…" dan bukan "saya merasa…".

Kebanyakan dari kita tidak pernah mendapat edukasi tentang emosi. Sebaliknya, kita justru belajar tentang cara yang diterima secara sosial dalam menangani emosi kita. Memprihatinkan jika mengingat kebanyakan dari kita tidak menangani emosi kita dengan cara yang sehat.

Dilansir dari laman huffingtonpost.com, Jumat (20/3/2015), berikut adalah mentalitas paling umum mengenai emosi yang sebaiknya dihilangkan.

1. "Saya harus merasa secara berbeda"

Ada kalanya kita merasa kesal terhadap hal-hal yang menurut orang lain "ah, cuma begitu saja", dan ada kala kita merasa biasa-biasa saja terhadap hal-hal yang orang lain bisa senang jika mengalaminya. Sesungguhnya, tidak ada aturan mengenai apa yang benar dan salah dalam emosi kita. Tidak ada gunanya menyalahkan diri Anda saat tidak merasakan emosi yang 'benar'. 


Tak bisa kontrol

Emosi merupakan sesuatu yang harus ditangani dengan baik. Simak mitos-mitos dalam menangani emosi di bawah ini!

2. "Saya tidak bisa mengontrol perasaan Anda"

Walau betul tidak seharusnya emosi kita dikontrol masyarakat, bukan berarti Anda harus ada dalam mood buruk selalu. Kita memang tidak bisa mengubah emosi kita dengan jentikan jari. Namun kita bisa mengubah cara kita berpikir dan berperilaku.

3. "Mengungkapkan perasaan akan membuat saya merasa lebih baik"

Saat marah, Anda akan merasa ingin meninju tembok sampai tangan Anda memar. Saat sedih, Anda akan merasa ingin menelefon orang terdekat Anda dan curhat sambil nangis berjam-jam. Sesungguhnya, mengungkapkan emosi akan meningkatkan rangsangan. Bukan berarti Anda harus selalu memendam perasaan, namun akan lebih baik jika anda mencari pelampiasan lain untuk tidak berfokus pada kesedihan atau kekesalan Anda.

4. "Mengontrol emosi sama dengan tidak menunjukkan emosi"

Kadang-kadang orang berpikir mengatur emosi mereka sama dengan bersikap seolah-olah mereka tidak memiliki emosi layaknya robot. Sesungguhnya, kita mempunyai variasi emosi yang luas, namun kita tidak harus dikontrol oleh emosi-emosi itu. Memilih ornag-orang yang bisa menolong Anda merasa lebih baik merupakan keterampilan yang membantu kita tetap sehat.


Selanjutnya

5. "Orang-orang punya kemampuan untuk membuat saya merasakan emosi"

Sering sekali kita mendengar orang berkata "bos saya membuat saya marah", atau "mertua saya membuat saya kecil hati". Kenyataannya, walau orang lain bisa mempengaruhi perasaan kita, kita lah yang punya kontrol atas emosi kita sendiri.

6. "Saya tidak bisa menangani emosi yang tidak nyaman"

Kita cenderung menghindar ketika harus ada dalam situasi-situasi yang tidak nyaman. Sangat disayangkan karena sikap ini bisa membuat kita melewatkan kesempatan. Seseorang yang sering merasakan kecemasan bisa melewatkan kesempatan dipromosikan, seseorang yang tidak nyaman dengan konfrontasi bisa menghindar bertemu rekan kerja dalam persoalan problem-solving. Belajar menghadapi emosi membantu kita membangun kepercayaan diri. Saat Anda tidak membiarkan emosi mengontrol sikap Anda, Anda bisa belajar banyak.

7. "Emosi negatif harus dihindari"

Mudah untuk menempatkan emosi pada kategori baik dan buruk, walaupun dalam merasakan emosi, tidak ada benar dan salah. Sesungguhnya, yang menentukan adalah cara kita mengungkapkan emosi. Contohnya emosi marah. Beberapa orang membuat keputusan buruk saat mereka marah, namun bebrapa orang mampu menggunakan kemarahan mereka dalam perilaku proaktif. Contohnya, perubahan-perubahan positif di dunia ini dipengaruhi oleh kemarahan para aktifis.

8. "Menunjukkan emosi itu tanda kita orang yang lemah"

Mampu bersikap profesional walau emosi kita sedang tidak stabil merupakan sebuah keterampilan. Namun menunjukkan sikap rapun bukanlah tanda kelemahan. Kenyataannya, sadar akan kondisi emosi kita dan mampu berbagi dengan orang lain bisa menjadi tanda kekuatan.

Mengembangkan kesadaran dan pengertian akan emosi kita akan sulit jika Anda tidak terbiasa berpikir tentang apa yang Anda pikirkan. Padahal, meningkatkan kesadaran diri terhadap emosi kita merupakan kunci dalam membangun kekuatan mental dam mencapai sukses di kehidupan personal dan profesional Anda.

 

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya