Liputan6.com, Jakarta- Badan Nasioan Penanggulangan Teroris (BNPT) meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi, untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang isinya melarang warga negara Indonesia bepergian ke daerah rawan konflik. Sebab dikhawatirkan banyak warga negara Indonesia (WNI) yang justru masuk ke kelompok radikal.
Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya mengatakan, usulan tersebut harus dikaji secara matang sebelum dikeluarkan. Karena menurutnya, bisa berdampak pada pelarangan seluruh WNI yang akan mendatangi negara yang bersangkutan dalam urusan diplomatik maupun pendidikan.
Advertisement
"Harus dipikirkan baik-baik karena Perppu tersebut dapat melarang semua WNI untuk pergi ke negara-negara tersebut untuk kepentingan apapun termasuk kepentingan diplomatik, sosial, kemanusiaan, pendidikan dan lain-lain," kata Tantowi saat dihubungi di Jakarta, Jumat (20/3/2015).
Politisi Partai Golkar itu menuturkan, yang harus dilakukan pemerintah Indonesia saat ini adalah menjalin kerjasama dan komunikasi yang masif dengan kedutaan besar negara-negara yang menjadi basis ISIS, seperti di Suriah dan Iraq.
"Yang harus dilakukan pemerintah saat ini adalah menjalin kerjasama dengan kedutaan atau kantor perwakilan negara-negara yang sedang berkonflik tersebut untuk memperketat pemberian visa bagi WNI yang akan berkunjung ke sana," tutur dia.
Meski dirinya mengaku Perppu yang diminta BNPT itu bisa menjadi cara yang efektif WNI bergabung dengan ISIS, namun ia mengingatkan dampak negatf yang didapat oleh Indonesia bila Perppu tersebut diberlakukan.
Menurut dia, yang paling terkena dampak adalah bagi para pelaku bisnis dan WNI yang menempuh pendidikan di negara yang bersangkutan.
"Efektif, tapi Perppu tersebut akan berlaku juga bagi WNI yang akan kesana untuk berbagai kepentingan lain. Upaya preventif kita tentu pada batas-batas yang wajar. Masa kita harus melarang warga kita yang akan berkunjung ke negara-negara yang bersangkutan," tandas Tantowi Yahya. (Luq/Mut)