Liputan6.com, Jakarta -
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan hingga saat ini belum ada pesepakbola maupun klub yang dijerat dengan penyanderaan (gijzeling) pajak. Padahal diyakini banyak pemain dan klub sepakbola yang tidak patuh menyetor pajak.
"Belum ada pesepakbola yang di gijzeling sejauh ini," tegas Kepala Seksi Pengembangan Penyuluhan II Direktorat Transformasi Proses Bisnis Ditjen Pajak, Andri Ebenhard saat Diskusi Pajak Bagi Pesepakbola dan Klub di Jakarta, Jumat (20/3/2015).
Gijzeling, sambungnya, merupakan upaya penagihan pajak dari para penunggak. Langkah tersebut memaksa Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan Usaha untuk membayar atau melunasi utang pajak setelah surat penagihan berkali-kali dilayangkan dan tanpa respons.
"Gijzeling biasanya untuk Wajib Pajak yang punya utang pajak besar, nggak mau bayar sudah ditagih berapa kalipun tetap nggak mau bayar," tegas dia.
Andri menambahkan, Ditjen Pajak sangat kesulitan untuk melacak pesepakbola maupun klub yang belum mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Padahal pendapatan mereka sudah masuk dalam Penghasilan Kena Pajak.
Pemain dan klub sepakbola sebagai objek pajak penghasilan, dipungut dari penggantian atau imbal berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, imbalan dalam bentuk lain.
Mereka juga kerap menerima hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan. Laba usaha dan sebagainya.
"Susahnya karena kita nggak punya data apakah orang yang punya NPWP itu adalah pemain sepakbola. Sebab saat mendaftar, biasanya bukan olahragawan secara spesifik, melainkan profesi wiraswasta atau pegawai sehingga susah mengidentifikasi per individu," jelas Andri.
Sementara Ketua Umum Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI), Noor Aman mengaku, sebanyak 6 klub peserta kompetisi Liga Super Indonesia 2015 masih dalam kategori C. Artinya belum memenuhi syarat wajib dokumen yakni kontrak kerja profesional, dokumen keuangan dan legalitas klub.
"Sebanyak 12 klub sudah memenuhi syarat, dan sudah bisa melaksanakan kompetisi ISL. Mudah-mudahan 8 April ini bisa terlaksana. Sedangkan masih ada 2 klub yang menunggak pajak," ujarnya.
Saat ini, Noor Aman mensyaratkan setiap pemain dan klub untuk memiliki NPWP. Jika belum, BOPI memberikan waktu seminggu sampai dua minggu untuk melengkapi NPWP.
"Nggak ada toleransi buat yang nggak punya NPWP. Jadi sanksi bisa dikenakan bukan dari kami, tapi kami akan melaporkannya ke Ditjen Pajak supaya ditindak," tegas dia.
Pengamat Perpajakan, Darussalam mengatakan, bagi pesepakbola yang tidak memiliki NPWP, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20 persen dari tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak yang memegang NPWP.
Dia membeberkan sanksi perpajakan dalam pemotongan PPh Pasal 21, antara lain :
1. Terlambat setor (Pasal9 UU Ketentuan Umum Perpajakan/UU KUP) setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak dikenai sanksi administratif berupa bunga sebesar 2 persen per bulan. Terhitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai tanggal pembayaran dan bagian dari bulan diitung penuh satu bulan
2. Terlambat lapor (Pasal 7 UU KUP) berupa denda apabila Surat Pemberitahuan (SPT) tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, yaitu SPT Masa selain SPT Masa PPN dikenai denda Rp 100 ribu
3. Sanksi Kurang Bayar (Pasal 13 UU KUP) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak kurang bayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2 persen per bulan dan paling lama 24 bulan.
Terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya surat ketetapan pajak kurang bayar. (Fik/Nrm)