Liputan6.com, Denpasar - Hari Raya Nyepi dirayakan umat Hindu di seluruh dunia. Tak terkecuali Bali, pulau yang selalu menyuguhkan segala keindahan alam dan bermacam budaya ini. Sehari menjelang Nyepi, masyarakat Bali biasa menggelar arakan ogoh-ogoh yang mengandung makna matinya Adharma (kejahatan) oleh Dharma (kebaikan) di malam Pengrupukan jelang perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1937.
Komang Odon, warga Denpasar yang tengah mempersiapkan ogoh-ogoh di Banjar (Kelurahan) mengatakan, ogoh-ogoh adalah simbol kejahatan yang kalah atas kebaikan. Ia mengaku setelah selesai ogoh-ogoh yang menghabiskan biaya mencapai puluhan juta itu langsung dibakar.
"Ogoh-ogohnya nanti selesai diarak dibakar mbak," kata dia kepada Liputan6.com di Banjar Abasan, Denpasar, Bali, Jumat (20/3/2015).
Advertisement
(Foto: Liputan6.com/Dewi Divianta)
Komang mengaku sejak kecil sudah ikut dalam tradisi unik ini. Ketika kecil dulu ia mengangkat ogoh-ogoh sesuai umurnya. Dari anak umur lima tahun sampai anak muda yang belom menikah ada ogoh-ogohnya sendiri. "Ogoh-ogohnya dari yang ukuran untuk diarak anak-anak TK sampai ogoh-ogoh yang diarak pemuda dewasa ada. Jadi, pasti bikin macet jalanan. Satu banjar bisa bikin lima ogoh-ogoh," papar Komang Odon.
Sementara di Jalan Diponegoro, Denpasar, Bali lalu lintas yang di hari biasa lancar terlihat padat merayap. Sebab, ogoh-ogoh yang siap diarak dipajang di sebagian badan jalan. Membuat arus lalin tersendat. Terlihat pengendara motor dan mobil yang sengaja mengabadikan ogoh-ogoh itu menggunakan kamera atau handphone semakin membuat macet.
Selanjutnya: Turis Ramaikan Pawai Ogoh-ogoh
Turis Ramaikan Pawai Ogoh-ogoh
Turis Ramaikan Pawai Ogoh-ogoh
Malam Pengerupukan jelang perayaan Nyepi Saka 1983 di awali dengan arakan ribuan ogoh-ogoh dari banjar (kelurahan) di Denpasar menarik perhatian masyarakat untuk menyaksikan pawai yang digelar setahun sekali ini. Uniknya, banyak turis-turis mancanegara terlihat ikut mengarak boneka raksasa Bali itu.
Bahkan turis-turis itu sangat bersemangat mengenakan busana adat bali dan berkeliling kota dengan berjalan kaki sambil mengangkat boneka raksasa bali itu.
Pantauan di lapangan, selain memenuhi jalanan di Denpasar, ribuan manusia tumpah ruah di pusat kota di Lapangan Puputan Margarana, Denpasar, Bali, Jumat (20/3/2015) malam. Untuk menyaksikan ogoh-ogoh yang memang selalu terpusat di situ.
Esok hari 21 Maret 2015 pukul 06.00 Wita perayaan Nyepi dimulai. Dan memasuki tahun baru Saka 1987. Ada tiga hal yang harus dilakukan umat manusia pada saat Nyepi. Terdiri dari, amati karya (tidak bekerja), amati geni (tidak menyalakan api) dan amati lelanguan (tidak bersenang-senang).
Selanjutnya: Umat Hindu Palu Gelar Festival Ogoh-ogoh
Advertisement
Umat Hindu Palu Gelar Festival Ogoh-ogoh
Umat Hindu Palu Gelar Festival Ogoh-ogoh
Komunitas umat Hindu di Palu, Sulawesi Tengah, menggelar Festival Ogoh-ogoh, Jumat (20/3/2015). Festival yang saban tahun digelar ini menjadi rangkaian acara menyambut perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1937 yang akan dilaksanakan oleh seluruh umat Hindu di Indonesia, Sabtu 21 Maret 2015.
Pelaksanaan Festival Ogoh-ogoh kali ini sangat meriah. Betapa tidak, terdapat sembilan ogoh-ogoh yang dibuat dengan pelbagai bentuk diarak keliling kota oleh ratusan pemuda Hindu.
Meskipun terlihat jauh rute dalam arak-arakan ogoh-ogoh tersebut, para pemuda Hindu yang mengarak terlihat begitu semangat karena diiringi alunan musik Bali dan tarian khasnya.
Kemeriahan bercampur keseruan sangat tampak dalam festival kali ini, karena turut ditampilkan antraksi 4 barongsai oleh komunitas Tionghoa Palu.
Adanya penampilan itu membuat festival semakin semarak dan tidak hanya dirasakan oleh seluruh umat Hindu yang ikut dalam festival melainkan kemeriahan dan keseruan juga dirasakan oleh seluruh umat beragama lainnya yang berada di lokasi.
(Foto: Liputan6.com/Dio Pratama)
Bukan Sekadar Ritual Keagamaan
Ketua Panitia Perayaan Nyepi Sulteng, I Wayan Mandiarta mengatakan, Festival Ogoh-ogoh bukan lagi sekadar ritual keagamaan. Tetapi, sudah melebar menjadi sebuah kegiatan kesenian dan bisa diramaikan bukan hanya bagi umat Hindu.
"Festival kali ini sangat terbuka bagi masyarakat umum. Bukan hanya untuk menyaksikan melainkan juga bisa turut serta di dalamnya," kata Mandiarta usai pelaksanaan festival.
Mandiarta menjelaskan, ogoh-ogoh yang ikut dalam festival datang dari pelbagai kalangan komunitas umat Hindu dengan beragam karakter dan bentuknya. Di mana, jumlah dari ogoh-ogoh yang ikut sebanyak 9 ogoh-ogoh. Salah satunya, ada ogoh-ogoh yang menampilkan patung berupa kerangka tulang manusia pengguna narkoba.
"Itu menunjukkan kondisi pengguna narkoba, sehingga harus dihindari," tutur Mandiarta.
Selain itu, tambah Mandiarta, ada juga ogoh-ogoh yang ditampilkan berupa replika cincin permata berukuran besar melingkari karakter setan tertentu.
"Itu dimaksudkan, karena saat ini kan lagi tren cincin permata khususnya batu akik. Maka dari itu, pemahaman terhadap batu akik jangan sampai dibawa ke hal-hal gaib atau yang berbau-bau dengan setan," tandas I Wayan Mandiarto.
Festival kali ini berjalan lancar dan aman. Betapa tidak, terdapat pengamanan khusus dari pihak penegak hukum dan dari Barisan Serba Guna (Banser) Ansor Sulteng.
Selain di Palu, Festival Ogoh-ogoh juga digelar lebih besar di Desa Tolai, Kecamatan Torue, Kabupaten Parigi Moutong. Festival besar dimaksud karena di kecamatan tersebut merupakan pusat terbesar keberadaan umat Hindu dengan mengikutkan 40 patung ogoh-ogoh.
Selanjutnya: Warga Yogya Antusias Lihat Ogoh-ogoh
Warga Yogya Antusias Lihat Ogoh-ogoh
Warga Yogya Antusias Lihat Ogoh-ogoh
Ribuan warga antusias melihat kirab Ogoh-ogoh di kawasan Malioboro sebagai rangkaian acara dari perayaan Nyepi Tahun Saka 1937 (2015 Masehi). 18 Grup ikut ambil bagian dalam kirab ogoh-ogoh yang pertama kali di Yogyakarta.
Ada 12 ogoh-ogoh melintas di Malioboro pada pukul 16.00 WIB, Jumat 20 Maret 2015. 12 Ogoh-ogoh ini ditunggu warga sejak pukul 13.00 WIB. Salah satu pengunjung Donny Saputra warga Pelemsewu, Panggungharjo Sewon Bantul mengaku sudah tidak sabar melihat ogoh-ogoh memperingati Hari Raya Nyepi.
Ia sangat antusias dan bangga dengan kirab ogoh ogoh yang baru dilakukan pertama kali di Yogyakarta dalam rangkaian Hari Raya Nyepi.
"Sudah dari siang tadi nungguinnya. Katanya nunggu Pak Jokowi pulang dulu baru dimulai. Tapi ini bentuk keragaman di Kota Yogya ya dan kita bangga," ujar dia di Malioboro, Jumat (20/3/2015).
(Foto: Liputan6.com/Fathi Mahmud)
Koordinator Kirab, I Ketut Idep, mengatakan kirab ogoh-ogoh ini baru pertama digelar di Yogyakarta. Nantinya acara ini akan digelar setiap tahunnya. "Kita sedang cari polanya seperti apa ke depan. Ini yang pertama."
Nantinya ogoh-ogoh yang dikirab di Malioboro ini akan dibawa ke Pura Banguntapan untuk dikirab lagi. Setelah itu seluruh ogoh-ogoh akan dibakar di Pura Banguntapan.
"Ya ini sudah ditunggu warga sekitar pura jadi nanti dikirab sekali lagi terus dibakar agar besok sewaktu nyepi sudah tidak ada lagi kekotoran dan hambatan lagi," papar Idep.
Sementara itu Ari Sudana salah satu pembawa Ogoh Buta putih mengatakan jika pembuatan ogoh-ogoh dari kertas semen dan rangkaian batang bambu ini memakan biaya sebanyak Rp 5 juta. Pembuatan ogoh-ogoh ini memakan waktu 1 bulan.
"Buta putih ini Salah satu tokoh pewayangan adiknya Rahwana dalam cerita pewayangan Ramayana. Ini tokoh jahat ya. Agar manusia tidak meniru kejahatan dalam tokoh itu," pungkas Ari Sudana.
Selanjutnya: Toleransi Antar-umat Beragama
Advertisement
Toleransi Antar-umat Beragama
Toleransi Antar-umat Beragama
Festival ogoh-ogoh yang berlangsung di Pura Eka Wira Anantha, Group 1 Kopassus, Kota Serang, di arak keliling Jalan Raya Cilegon-Serang guna memperkuat toleransi antar-umat beragama.
"Itu sebenarnya bagaimana kita memperlihatkan kerukunan antar-umat beragama, kepada masyarakat agar sama-sama mengerti kebudayaan masing-masing. Dari saling mengerti inilah kita menimbulkan toleransi antar-umat beragama," kata tokoh adat umat Hindu Banten, I Wayan Kurnada, saat ditemui di lokasi Festival ogoh-ogoh, Jumat (20/3/2015).
(Foto: Liputan6.com/Yandhi Deslatama)
Festival Ogoh-ogoh di Tahun Saka 1937 ini pun berguna untuk mengajarkan bagaimana menanamkan nilai kebaikan di lingkup generasi muda umat Hindu.
"Menanamkan nilai keagamaan kepada anak-anak sedini mungkin. Maka demokrasi, toleransi, kenyaman dan juga keharmonisan kita pupuk untuk berbangsa dan bernegara," terang dia.
Berdasarkan ajaran umat Hindu, ogoh-ogoh memiliki nilai budaya dan sastra yang berdasarkan ajaran agama. "Kita menginginkan hidup suatu nilai-nilai dari umat beragama seluruhnya, bagaimana memupuk kehidupan yang harmonis. Suatu pemikiran yang berdasarkan agama, pelaksanaan sesuai ucapan," tegas I Wayan Kurnada.
Selanjutnya: Umat Hindu Banten Arak Ogoh-ogoh
Umat Hindu Banten Arak Ogoh-ogoh
Umat Hindu Banten Arak Ogoh-ogoh
Guna memperingati Hari Raya Nyepi yang akan jatuh pada esok, Sabtu 21 Maret 2015, ribuan penganut Hindu di Banten, mengarak ogoh-ogoh yang menyimbolkan peperangan melawan hawa nafsu. Acara ini sendiri berlangsung di Taman Group 1 Kopassus, Kota Serang.
"Pada saat ini Tawur Agung Kesanga adala memaknai bahwa kita akan melepaskan sifat-sifat keburukan, keangkaramurkaan, kejelekan dalam diri. Kita sebagai manusia pasti ada yang buruk dan baik, di sinilah ajangnya kita instropeksi," kata ketua panitia, Ida Bagus Made Ariadi, saat ditemui di lokasi acara, Kota Serang, Jumat (20/3/2015).
Dengan demikian, imbuh dia, diharapkan setelah melakukan tapa brata atau menyepi esok hari, setiap individu umat Hindu dapat menjadi lebih baik lagi.
"Dalam setahun kita menginstropeksi diri apa-apa yang sudah kita lakukan, apa-apa yang akan kita lakukan ke depannya, dan ini ajang untuk instropeksi," terang dia.
Sifat marah dalam diri manusia diharapkan dapat dikendalikan, sehingga mampu menjadi sifat baik ke depannya.
Dalam peringatan Hari Raya Nyepi esok, umat Hindu tak akan melakukan bepergian, menyalakan api, menikmati hiburan, dan lain sebagainya.
Seluruh umat Hindu diwajibkan tetap berada di rumahnya selama melakukan penyepian atau tapa brata.
"Di sanalah pada saat nyepi itu kita merenung, semua aktivitas dengan catur brata itu. tidak bepergian, tidak melakukan hiburan, tidak menyalakan api, amarah dalam diri kita itu tentu kita kendalikan," pungkas Ida Bagus Made Ariadi. (Ans)
Advertisement