Liputan6.com, Jakarta - Mantan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew meninggal dunia pada Senin dini hari, sekitar pukul 03.18 waktu setempat. Beberapa pekan sebelumnya, pria berusia 91 tahun itu dirawat di Rumah Sakit Singapura lantaran menderita pneumonia atau penyakit paru-paru basah.
Dunia pun berduka atas wafatnya Lee Kuan Yew. Pemerintah dan keluarga saat ini tengah mempersiapkan upacara pemakaman dan penghormatan terakhir untuk mantan Perdana Menteri itu.
Lee yang lahir pada 16 September 1923 itu merupakan pendiri Partai People’s Action Party pada 1954. Dia kemudian menjabat sebagai Perdana Menteri sejak 1959.
Lee Kuan Yew bukan hanya dikenal sebagai pendiri Singapura tapi juga sebagai salah satu tokoh penting ASEAN, bersama dengan Presiden Suharto dan Perdana Menteri Mahathir Mohammad.
Dalam perjalanannya sebagai politikus, setidaknya ada 4 momen penting dalam kehidupan politiknya yang perlu dikenang. Berikut 4 momen tersebut seperti dikutip BBC, Senin (23/3/2015)
Mundur dari Kursi PM
1. Mundur dari Kursi PM
Tahun 1990 Lee Kuan Yew mengundurkan diri setelah menjabat perdana menteri selama 31 tahun.
Dia digantikan oleh Goh Chok Tong pada 28 November 1990 namun Lee tetap berperan penting dalam kehidupan politik Singapura dengan jabatan menteri senior.
Goh Cok Tong menjabat PM hingga 28 November 1990 untuk digantikan oleh Lee Hsien Loong putra Lee Kuan Yew yang sudah disebut-sebut sejak awal akan mengantikan ayahnya.
Advertisement
Larangan Terbang
2. Larangan Terbang untuk Singapura
Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, pada September 1998 memberlakukan larangan terbang atas pesawat militer Singapura di ruang udara Malaysia.
Larangan itu diperkirakan bisa menganggu operasi Angkatan Udara Singapura karena terbatasnya ruang udara untuk latihan pilot-pilotnya.
Malaysia mengatakan alasannya adalah udara Malaysia yang sudah terlalu padat, namun banyak yang menduga tindakan itu sebagai balasan atas penerbitan memoar Lee Kuan Yew pada tahun itu juga.
Dalam memoar itu, Lee antara lain mengatakan Malaysia 'menggertak' Singapura pada masa 1960-an.
Kritik Malaysia
3. Mengkritik Malaysia Terkait Anwar Ibrahim
Bulan Agustus 2000, Lee Kuan Yew -- dalam kapasitas sebagai menteri senior -- berkunjung ke Malaysia untuk pertama kalinya dalam waktu 10 tahun terakhir.
Dalam kunjungan itu, dia menuding Perdana Menteri Mahathir Mohamad mengambil langkah keliru dalam menangani mantan Wakil Perdana Menteri Anwar Ibrahim.
Anwar dicopot dari jabatan Wakil Perdana Menteri pada September 1998 dan kemudian diadili dengan dakwaan sodomi.
Dan saat ini, Anwar -yang diganjar hukuman lima tahun penjara karena dakwaan sodomi lainnya- tetap menjadi 'ganjalan' bagi pemerintahan koalisi Barisan Nasional.
Advertisement
Gugat Oposisi
4. Menggugat oposisi
Lee Kuan Yew, sebagai menteri senior, dan Perdana Menteri Goh Chok Tong -pada November 2001- menggugat pemimpin kubu oposisi, Chee Soon Juan, dari Partai Demokratik Singapura.
Chee menuduh pemerintah Singapura memberi pinjaman sebesar US$ 9 miliar yang berasal dari dana umum untuk mantan presiden Indonesia, Soeharto.
Walau Chee sudah mengajukan permintaan maaf atas tuduhan yang disampaikannya, dia masih harus membayar ganti rugi sebesar US$ 110.000.
Komentar itu disampaikan Chee Soon Juan menjelang pemilihan umum yang digelar pada 3 November, dan dimenangkan oleh Partai Aksi Rakyat, PAP, yang berkuasa dengan meraih 82 dari 84 kursi di parlemen.
Tinggalkan Politik
5. Meninggalkan politik
Tanggal 14 Mei 2011, Lee Kuan Yew dan mantan perdana menteri, Goh Chok Tong, mengeluarkan pernyataan mundur bersama dengan mengatakan 'saatnya untuk generasi yang lebih muda.'
Lee menjabat perdana menteri sepanjang tahun 1959 hingga 1990 untuk digantikan oleh Goh hingga tahun 2004.
Di bawah pemerintahan Goh, Lee menjabat menteri senior dan beralih menjadi mentor menteri ketika Goh meneruskan jabatan menteri senior di bawah Lee Hsien Loong sebagai perdana menteri.
"Setelah pemilihan umum, kami memutuskan untuk mengundurkan diri dari kabinet dengan memiliki tim menteri yang jauh lebih muda untuk berhubungan dan terlibat dengan generasi muda," tulis keduanya dalam pernyataannya.
Pengunduran diri kedua tokoh senior Singapura itu diambil setelah perolehan suara PAP terus menurun dengan mendapatkan suara 60% suara. Turun 6 persen pada 2006, yang sebelumnya pada 2001 meraup suara 75 persen. (Ali/Sss)
Advertisement