Liputan6.com, Jakarta - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2015 akan kembali menggunakan pagu anggaran 2014. Peraturan yang dipakai pun hanya menggunakan Peraturan Gubernur (Pergub), bukan Peraturan Daerah (Perda) yang merupakan hasil pembahasan Pemprov DKI dan DPRD.
Menanggapi hal itu, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengatakan ada satu kerugian jika APBD DKI hanya memakai Pergub.
Advertisement
"Pergub ini kerugiannya cuma 1. Kalau pemasukan DKI tahun ini melonjak sampai nambah Rp 20 triliun, maka kita nggak bisa pakai. Ditaruh saja," kata Ahok di Balaikota DKI Jakarta, Senin (23/3/2015).
Namun ia menjamin, Pemprov DKI tetap bisa menggunakan pagu anggaran sebesar Rp 72 triliun sesuai APBD 2014 dan seluruh pelaksanaan program pemerintah daerah tetap akan efektif. Ia menambahkan, lebih baik tak menggunakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) karena hanya pakai pergub daripada menggunakan perda namun masih ada anggaran 'siluman'.
"Daripada (misalnya) Rp 90 triliun tapi Rp 20 triliun diembat beli barang nggak guna, lebih baik barang yang dibeli sesuai yang kami inginkan. Nggak ada mark up, SKPD belanja barang jasa nggak ada honor tim pengendali teknis. Ini murni beli sekarang. Ini lebih baik," tambah Ahok.
Pada Jumat 20 Maret 2015, rapat Banggar yang membahas finalisasi hasil evaluasi Kementerian Dalam Negeri atas Rancangan APBD DKI 2015 seluruh fraksi kecuali Nasdem, memutuskan menyerahkan RAPBD DKI 2015 kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama agar menerbitkan Pergub untuk menggunakan pagu anggaran 2014.
"Hasil rapat tadi kami menangkap seluruh aspirasi dari fraksi. Aspirasinya diserahkan kepada gubernur. Ya pergub. Artinya itu disusun seluas-luasnga oleh gubernur. Bahwa Hanura, menyatakan diserahkan kepada gubernur. Semua kecuali Nasdem. PDIP sama, PKB, Golkar sama. Semua fraksi (dukung pergub), kecuali Nasdem," tegas Taufik di Gedung DPRD DKI.
Namun politisi Gerindra ini menegaskan keputusan Pergub APBD bukan karena pihaknya menolak hasil evaluasi Kemendagri atas RAPBD 2015. Tetapi karena waktu pembahasan finalisasi yang tak cukup. Sementara, waktu yang diberikan Kemendagri hanya sampai hari Jumat 20 Maret.
"Tidak tepat waktu menyelesaikan itu. Bukan ditolak, kan waktunya nggak cukup. Karena keterbatasan waktu tidak mungkin membahas semua," ucap Taufik. (Don/Mut)