8.000 TKI Masih di Suriah, Berapa yang Gabung ISIS?

Sebanyak 8.000 tenaga kerja Indonesia (TKI) masih terjebak di Suriah dan belum diketahui bagaimana nasibnya.

oleh Nurseffi Dwi Wahyuni diperbarui 23 Mar 2015, 12:45 WIB
Bendera ISIS. (www.youtube.com)

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 8.000 tenaga kerja Indonesia (TKI) masih terjebak di Suriah dan belum diketahui bagaimana nasibnya.  Dikhawatirkan, segilintir dari mereka mendukung dan bergabung dengan kelompok militan Negara Islam atau ISIS.

Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid mengaku masih terus melakukan evakuasi terhadap 8.000 TKI yang masih bertahan di sana.

Dia menyatakan, hingga kini masih belum mengetahui alamat ribuan TKI tersebut. Sehingga, mantan Politisi Golkar ini belum bisa memastikan apakah para TKI tersebut bergabung dengan ISIS atau tidak.

"Sampai saat ini kita tidak tahu di mana alamat 8.000 TKI kita yang masih di suriah. Apakah mereka bergabung dengan ISIS, apa gabung dengan pro pemerintah, apakah mereka di sana wafat atau bagaimana kita belum bisa tracking kondisi mereka," terang Nusron saat berbincang dengan Liputan6.com, ditulis Senin (29/3/2015).

Namun, Nusron memastikan pemerintah dalam hal ini Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) bersama BNP2TKI masih terus mencari para TKI tersebut untuk dipulangkan.  Dia menjelaskan, jika ada TKI yang ditemukan, pemerintah langsung melakukan evakuasi ke daerah sekitar seperti ke Libanon.

"Setelah itu, langsung kami Repatriasi ke Indonesia. Saat ini kami terus memulangkan mereka, sebelumnya dulu 28 ribu TKI, sekarang masih 8.000 orang," papar dia.

Modus apa yang dipakai?


Selanjutnya

Modus apa yang dipakai?

Nusron juga mengungkapkan kemungkinan modus yang dipakai para TKI yang hijrah ke Suriah jika bergabung dengan ISIS. Biasanya, lanjut dia, mereka memakai modus akan kerja di suatu perusahaan di bidang perhotelan, restoran, hospitality atau sopir.

"Pokoknya di bidang jasa. Kemudian sampai sana mereka tidak lapor ke Kedutaan Besar Indonesia," kata dia.

Mantan Anggota DPR ini menjelaskan, ada dua mekanisme yang diterapkan bagi TKI yang ingin bekerja di luar negeri. Pertama, memberikan pembekalan kepada calon tenaga kerja melalui pembekalan akhir pemberangkatan.

Setelah itu ada welcoming program melalui pembekalan dari Kedutaan Besar Indonesia untuk tenaga kerja.

"Di situ report data ditulis, kerja di mana, dikasih tahu aturannya," jelasnya.

Namun dia mengakui akhir-akhir ini TKI yang bekerja di  Timur Tengah yang tak lapor ke Kedutaan Besar meningkat. Hal ini biasanya dilakukan pekerja profesional yang merasa sudah mapan sehingga tak perlu lagi diperkenalkan sistem ketatanegaraan dan kondisi sosial negara penempatan.

"Karena visanya sebagai tenaga kerja profesional maka tidak diwajibkan untuk itu (ikut welcoming program). Tapi berangkat dari pengalaman, banyaknya tenaga Indonesia masuk Suriah, kami akan lebih hati-hati,"terang dia. (Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya