Menkumham: Pembahasan Wacana Remisi Koruptor Jalan Terus

Menurut Menkumham, remisi dan pembebasan bersyarat akan terus dikaji dengan atau tanpa persetujuan Presiden Jokowi.

oleh Sugeng Triono diperbarui 23 Mar 2015, 17:24 WIB
Menurut Menkumham, remisi dan pembebasan bersyarat akan terus dikaji dengan atau tanpa persetujuan Presiden Jokowi.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly mengatakan, pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi pelaku kejahatan korupsi dimaksudkan pihaknya untuk perbaikan sistem peradilan yang ada. Hanya saja hal itu bukan berarti meringankan hukuman. Atas dasar itulah, pihaknya akan terus membahas wacana tersebut.

"Ya (remisi) itu kita bahas terus. Wacana kan harus kita jalankan terus," ujar Menteri Yasonna dalam sebuah diskusi di Hotel Century, Jakarta, Senin (23/3/2015).

Menurut Menkumham, remisi dan pembebasan bersyarat akan terus dikaji dengan atau tanpa persetujuan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Sebab, wacana pemberian remisi dimaksudkan untuk perbaikan sistem yang ada.

Ia juga tidak akan berhenti untuk membahas wacana remisi bagi pelaku kejahatan yang masuk kategori luar biasa tersebut. Meski di tengah penolakan sejumlah pihak.

"Itu sudah diwacanakan. Jadi konsepnya itu bukan mengurangi (hukuman), tapi memperbaiki sistemnya," pungkas Yasonna.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi salah satu pihak yang menolak wacana pemberian remisi bagi koruptor. Menurut Pelaksana tugas (Plt) Pimpinan KPK Johan Budi SP, jika maksud tersebut terwujud, maka hal itu dinilai sebagai kemunduran pemberantasan korupsi.

Dijelaskan Johan, selain merugikan negara, kejahatan ini juga sudah masuk dalam kategori luar biasa yang harus ditangani secara luar biasa pula, serta tidak bisa disamakan dengan tindak kejahatan lain.

"Karena korupsi itu extraordinary crime (kejahatan luar biasa), sehingga (remisi koruptor) harus diperketat," tukas Johan Budi. (Ans/Sss)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya