Liputan6.com, London - Pelaksanaan CeBIT (Centrum der Büro- und Informationstechnik) 2015 di Hannover, Jerman menjadi perhatian dunia. Pasalnya, pameran IT terbesar dan paling bergengsi di dunia itu menghadirkan Edward Snowden melalui video conference. Apapun yang disampaikan sang mantan kontraktor IT NSA ini selalu menjadi magnet yang kuat.
Snowden dalam kesempatan tersebut kembali menegaskan pentingnya menggunakan saluran yang aman untuk komunikasi. Edward Snowden yang ngetop karena keberaniannya mengungkap praktek penyadapan Amerika Serikat (AS) terhadap negara lain, menegaskan teknologi enkripsi akan menjadi tren 2015.
Advertisement
Atas sinyalemen itu, ketua Lembaga riset keamanan cyber (CSSReC) Pratama Persadha mengamininya. Baik saat jadi pembicara dalam gelaran CeBIT 2015 maupun saat melakukan riset di London, Pratama menegaskan bahwa tahun 2015 ini isu keamanan menjadi fokus utama, mengingat 2014 tindakan kejahatan cyber meningkat pesat.
Melalui email yang dikirimkan dari London kepada tim Tekno Liputan6.com, Rabu (25/3/2015), Pratama menyampaikan bahwa salah satu solusi paling memungkinkan adalah teknologi enkripsi.
"Snowden jelas memberikan peringatan awal bahwa komunikasi plain tanpa pengamanan sangat berbahaya, tidak hanya bagi pemerintah, namun juga bagi dunia bisnis. Di sanalah teknologi enkripsi melengkapi keamanan dalam sistem informasi dan komunikasi," kata Pratama.
Dalam ajang CeBIT 2015 ini ada delegasi Indonesia yang menawarkan teknologi anti sadap, tidak kalah dengan buatan asing. Karenanya Pratama menyarankan pemerintah untuk mulai membangun sistem keamanan dengan karya bangsa sendiri.
"Sesekali pemerintah perlu mencoba produk dalam negeri. Keamanan lebih terjamin, karena bila ada kejanggalan, posisi mereka masih di dalam negeri, sehingga audit juga akan lebih mudah dilakukan," tambah Pratama.
Menanggapi pertanyaan Liputan6.com atas kesiapan pemerintah, Pratama menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia belum cukup siap untuk menghadapi perang informasi.
"Rintisannya sudah bagus. Ada keinginan membentuk Badan Cyber Nasional, namun itu saja tidak cukup. Kesadaran pemerintah dalam menggunakan teknologi yang aman juga perlu ditingkatkan. Sebenarnya SDM di dalam negeri juga tak kalah dari asing, tinggal goodwill pemerintah saja," kata Pratama.
Menurutnya, pemerintah Indonesia tak perlu malu untuk memakai produk security buatan dalam negeri.
"Memakai produk asing tidak ada jaminan bebas disadap. Di AS misalnya, teknologi yang boleh dijual ke negera lain harus bisa di-crack oleh teknisi mereka dahulu," kata Pratama.
Pratama Persadha adalah mantan Ketua Tim Keamanan IT Kepresidenan di Lembaga Sandi Negara. Ditambahkan bahwa kewaspadaan memakai teknologi asing akan serta merta meningkatkan daya saing industri keamanan cyber dalam negeri. Menurut Pratama, dalam jangka panjang ini akan membuat Indonesia memiliki kemandirian keamanan digital dan tidak tergantung negara lain.
"Melihat kemampuan enkripsi karya anak bangsa, saya berani menyebutkan bahwa Indonesia berada di garis depan. Kita punya peluang menguasai teknologi anti sadap maupun peretasan di dunia. Teknologi kita sudah sangat baik," pungkas Pratama.
(edh/isk)