Liputan6.com, Jakarta - Sempat mewacanakan hak angket, DPRD DKI Jakarta pada akhirnya memutuskan sepakat menyerahkan RAPBD 2015 ke Pemprov DKI Jakarta, untuk kemudian ditindaklanjuti dengan penerbitan Peraturan Gubernur (Pergub). Namun kemudian, legislatif ibukota justru melanjutkan hak angket untuk menelusuri dugaan pelanggaran yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, alih-alih menganggap perkara telah selesai.
Temuan hak angket DPRD terbaru ini rencananya akan dibawa ke paripurna untuk diputuskan bersama oleh seluruh anggota dewan. Biasanya keputusan bisa bulat atau melalui voting. Tapi menurut saksi ahli, Irman Putra Sidin, voting tidak diperlukan pada hak angket, karena yang dicari adalah fakta. Dia menegaskan bahwa hak angket bukan proses politik, tapi proses hukum konstitusi. Sehingga tidak perlu ada voting jika fakta sudah terbuka secara gamblang.
"Keputusan angket tidak boleh ditentukan secara voting. Karena ini bukan proses politik. Ini proses hukum untuk menegakan konstitusi," ujar Irman yang dihadirkan oleh Panitia Hak Angket di dalam rapat di Gedung DPRD DKI, Rabu (25/3/2015).
Beda halnya jika hak angket dianggap sebagai ranah politik. Persepsi ini akan melahirkan adanya kompromi politik, bukan pencarian fakta seperti esensi hak angket. Dewan juga tidak boleh mengambil keuntungan pribadi dibalik hak angket.
"Hak angket bukan ajang kompromi politik karena yang dicari adalah fakta. Tidak ada alasan mengubah fakta dengan alasan "politik itu dinamis" padahal sudah transaksi di belakang," imbuh dia.
Bila DPRD tak memilih kompromi politik dan menggunakan voting untuk mengambil keuntungan, Irman menduga bergulirnya hak angket hanya merupakan ajang bagi DPRD meraup keuntungan semata. "Kalau sudah jelas gambarnya bebek, jangan diberi ruang untuk mengatakan itu kambing. Kemudian divoting. Padahal sudah jelas-jelas itu bebek," kata Irman.
Advertisement
Harus Sesuai Prosedur
Hak angket DPRD DKI Jakarta ini sejatinya masih menyoroti masalah penyerahan RAPBD yang diserahkan Pemprov DKI ke Kemendagri. Pemprov DKI memang berniat baik agar uang negara selamat dari korupsi. Tapi menurut Irman, mereka tidak boleh juga menyalahi prosedur.
Dia menekankan, dalam menjalankan proses konstitusi, prosedur sangat penting untuk dilalui, sekalipun memiliki niat baik guna menghindari korupsi. "Meski niatannya bagus sekalipun, sorry to say, kata konstitusi batalin semua itu," kata Irman.
Irman menjelaskan, konstitusi selalu erat hubungannya dengan hukum formil yang harus dilalui semua prosedurnya. Sangat disayangkan kalau substansinya sudah baik, tapi tidak melalui prosedur tetap tidak sah.
"Namanya konstitusi itu proses formil. Substansinya bagus semua, kalau ada yang tidak dilalui semua cacat. Prosedur itu harus dilalui semua. Kalau dia cacat formil, rontok semua," imbuh dia.
Menurut Irman, konstitusi sudah mengatur secara gamblang bahwa APBD tetap harus melalui pembahasan bersama DPRD. Kemudian, APBD yang telah dibahas disetujui bersama. "Intinya peraturan UU mengatur. Bahasa Undang-Undang APBD harus disetujui bersama DPRD," tandas dia.
Intervensi Partai>>>
Intervensi Partai
Intervensi Partai
Selain Irman Putra Sidin, Panitia Hak Angket juga menghadirkan Margarito Kamis sebagai saksi ahli. Dalam menyampaikan pandangannya, Margarito mengimbau agar tidak ada intervensi partai dalam proses hak angket. Kata dia, intervensi dari partai politik saat paripurna berlangsung sangat mungkin terjadi. Jika sudah muncul indikasi itu, saksi ahli itu meminta agar anggota dewan terkait itu mengundurkan diri.
"Kalaulah partai intervensi, pastikan mereka intervensi dari sekarang agar bapak tidak rusak citra diri," ujar Margarito.
Menurut Margarito, temuan panitia angket sangat berperan penting untuk mengetahui seberapa jauh intervensi yang bisa dilakukan partai. Kalau dewan saja tidak yakin, ini bisa berimbas pada citra yang sudah terlanjut buruk.
"Sungguh saya sulit melihat keadaan itu digunakan masyarakat untuk menghargai marwah lembaga ini. Kita lihat reaksi orang ke Bapak-Ibu. Kalau kalian nambah kontroversi lagi, saya nggak bisa bayangkan, makin semua saja karena (citra) Bapak Ibu sudah buruk di luar sana," imbuh dia.
Oleh karena itu, dewan harus membuka secara gamblang setiap temuan yang didapat selama rapat angket berlansung. Sehingga masyarakat dapat mengetahui apa saja yang dikerjakan DPRD dan pelanggaran yang dilakukan eksekutif.
"Andai ada yang intervensi, bilang intervensi dari sekarang. Ini untuk kepentingan lembayung lembaga ini. Itu bisa dicegah dengan buka temuan-temuan. Setiap saat orang bicara soal UPS padahal ada yang lain yang tak di buka, kalau bapak ketemu (fakta) yang lain ya buka juga," tandas Margarito.
Hak angket ini bergulir setelah Ahok dan DPRD DKI terlibat perkara terkait RAPBD 2015. Ahok menilai pihak legislatif menyusupi anggaran siluman ke RAPBD tersebut. Sementara, DPRD menuding Ahok menyalahi prosedur dengan mengajukan RAPBD tanpa adanya tanda tangan dari pimpinan dewan. (Riz)
Advertisement