Liputan6.com, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara, telah memutuskan untuk melakukan pemblokiran terhadap sejumlah situs yang menawarkan jasa pernikahan siri secara online.
Sebelumnya Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni'am Sholeh juga sempat mengatakan bahwa penyedia situs nikah siri itu hanya mencari celah untuk meraup untung dengan menawarkan berbagai kemudahan. Bahkan MUI dengan menyatakan bahwa nikah siri daring layaknya porstitusi berkedok pernikahan.
Menyikapi hal ini, Ketua Umum Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII), Samuel A Pangerapan, mengatakan bahwa pihaknya siap mendukung dan mematuhi keputusan pemerintah. Namun begitu, Sammy --panggilan akrab Samuel-- berpendapat bahwa masalah pernikahan siri online ini merupakan ranah Kementrian Agama.
"Idealnya ada arahan yang jelas dari pihak Kementerian Agama. Lebih ideal kan kalau ada dasar hukumnya. Kalau sudah diputuskan tidak boleh, ya kami nanti ikut keputusannya," ungkap Sammy.
Menurut Sammy, kasus nikah siri online berbeda jauh dengan masalah pornografi dan judi. "Kalau pornogafi dan judi jelas dasar hukumnya ada, mudah saja lakukan pemblokirannya. Tapi kalau nikah siri online ini berbeda, yang pasti kalau konten di dalammya nanti sudah masuk ke daftar 'Trust+', kami pasti ikut blokir," sambung Sammy.
"Kondisinya hampir mirip dengan konten situs radikal. Harus ada keputusan tegas dulu agar mudah dilakukan pemblokirannya. Seperti situs radikal, saya kira ini ranah kejaksaan untuk menegaskan bahwa organisasi yang kategorinya seprti apa yang terlarang. Kalu sudah jelas semua pasti ikut, tidak bisa tidak," papar Sammy.
Menikah siri sebetulnya tidak diharamkan oleh agama, namun Menteri Agama menyarankan masyarakat tetap menikah secara resmi melibatkan unsur pemerintah. Apalagi jasa nikah siri online tidak memiliki izin resmi.
(dhi/dew)
Advertisement