BNN: Indonesia Jadi Surga Pengedar Narkoba Internasional

Pengungkapan 4 kasus peredaran sabu dalam sebulan menjadi bukti Indonesia sedang berada dalam kondisi darurat narkoba.

oleh Audrey Santoso diperbarui 27 Mar 2015, 23:50 WIB
Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) melakukan konferensi pers di gedung BNN, Jakarta, Jumat (20/3/2015). BNN menyita barang bukti berupa 25,25 kg sabu.(Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Sindikat pengedar narkotika jenis sabu gencar mendistribusikan barang haram tersebut ke tengah masyarakat. BNN mencatat pada awal tahun 2015, sudah ada 4 kasus narkoba yang diungkap. Semua tersangka yang terlibat merupakan jaringan pengedar narkoba internasional.

"Sepanjang bulan Maret ini, sudah empat kasus yang kami ungkap," ujar Deputi Pemberantasan Narkoba Irjen Pol Deddy Fauzi El Hakim di Gedung BNN Cawang Jakarta Timur, Jumat (27/3/2015).

Kasus yang pertama adalah jaringan Tiongkok-Malaysia-Indonesia (13/3/2015). Dengan 4 tersangka berinisial LPG, KCY, YWB, KFH dengan barang bukti sabu seberat 49,3 kilogram di Jakarta Pusat. Kedua, jaringan Pakistan-Indonesia dengan pelaku berinisial GS dan IA, dengan barang bukti sabu seberat 15 kilogram dan 22 ribu butir ekstasi.

Kasus berikutnya jaringan lokal dengan 2 tersangka berinisial AP dan HU dengan barang bukti 25 kilogram sabu. Dan kasus keempat pengedar sabu berinisial W dan L dengan barang bukti 2,8 kilogram shabu dan 2.700 butir pil Happy Five.

Deddy menuturkan 4 kasus peredaran sabu dalam sebulan menjadi bukti Indonesia sedang berada dalam kondisi darurat narkoba.

"Kami melakukan pemberantasan yang masif. Ini menandakan kondisi Indonesia Darurat Narkoba tidak bisa terbantahkan. Tertangkapnya sindikat internasional dalam jumlah banyak menandakan Indonesia menjadi negara destinasi pengedar narkoba," pungkas Deddy.

Lemah Pengawasan

Kendati telah dipenjara, para bandar narkoba masih leluasa menjalankan bisnis haramnya itu. Deddy menyebut warga binaan Lapas Bulak Kapal berinisial R dan warga Lapas Cipinang berinisial N melakukan hal tersebut.

"Kita sudah infokan kepada mereka (pihak Lapas)," ujar Deddy.

Dia menuturkan, over capacity menjadi faktor utama lemahnya pengendalian tahanan di Lapas. Namun begitu, dia memahami lantaran terbatasnya petugas Lapas yang tak sebanding dengan jumlah tahanan.

"Sehingga untuk mengawasi warga binaan, susah. Akibatnya pengawasan dalam lapas lemah," ujar Deddy.

Menurut Deddy, kondisi ini tidak boleh berlarut-larut. Infrastruktur dan kualitas pengawasan terhadap petugas Lapas perlu dievaluasi kembali. (Ali)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya