Ragam Kreasi Mahasiswa UNS Peringati Earth Hour

Dukung Earth Hour, mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain Jurusan Desain Tekstil UNS rancang pakaian ramah lingkungan.

oleh Fajar Abrori diperbarui 29 Mar 2015, 18:05 WIB
Dukung Earth Hour, mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain Jurusan Desain Tekstil UNS rancang pakaian ramah lingkungan.

Liputan6.com, Solo Hari Sabtu lalu menjadi peringatan Earth Hour. Dalam kesempatan tersebut masyarakat diajak untuk sejenak mematikan lampu. Namun, kampanye hemat energi tak hanya dilakukan dengan mematikan lampu. Kampanye cinta lingkungan bisa juga dilakukan lewat dunia fesyen.

Fesyen sebagai bagian dari gaya hidup selalu berputar. Sayang, konsumen cenderung tidak memperhatikan limbah yang dihasilkan gaya hidup. Padahal pakaian yang out of fashion tetap memiliki nilai guna bahkan nilai estetika. Seperti yang terlihat dalam pameran busana ramah lingkungan di Hotel The Sunan Solo

Pameran ini bertepatan dengan peringatan Earth Hour 2015. Beberapa busana itu merupakan kreasi karya mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain Jurusan Desain Tekstil UNS. Anak-anak muda ini merancang pakaian ramah lingkungan dengan memanfaatkan pakaian tidak terpakai ataupun menggunakan limbah koran.

Foto dok. Liputan6.com


Zulfikar, seorang mahasiswa yang menamakan karyanya Bajak Laut. Ia mengakui karya itu terinspirasi dari begal. Busana two piece ini bagian atasnya berbentuk peplum dan bawahnya legging. Kostum peplum ini terbuat dari koran bekas. Sebagai pemanis, ia memanfaatkan miniatur kapal yang difungsikannya sebagai topi.

"Ini inspirasinya dari begal, kan beberapa waktu terakhir marak ya. Nah kebetulan saya itu dari Aceh, nggak tau arti begal. Setelah buka kamus, akhirnya tahu arti begal. Muncul lah tema Bajak Laut, yang maknanya tak jauh dengan begal," ujar Zulfikar.

Selain tema Bajak Laut, ia juga menghasilkan karya lain yang memanfaatkan baju renang yang sudah tak terpakai. Baju renang one piece berwarna hijau dijahit melingkar di bagian pinggul dengan kain daster. Walhasil baju yang tak terpakai itu disulapnya menjadi busana seksi nan etnik.

"Ini semuanya baju dijahit tangan. Karena memang tujuan kita kan membuat baju yang ramah lingkungan. Jadi tanpa mesin jahit, " ujar Zulfikar.

Lain Zulfikar, lain Muhammad Zadah Alsavero. Gaun sack dress miliknya bertemakan Frozen dan Cinderellla. Lewat dua tema itu, ia memanfaatkan daster, korden, koran bekas, potongan kaca, kapas dakron dan kertas majalah.

"Kebetulan saya suka Disney, makanya buat baju dari barang-barang yang tak terpakai. Hal yang paling lama dilakukan adalah melipat-lipat kertasnya untuk dijadikan bagian bawahnya, " ungkap lelaki yang disapa Vero.

Foto dok. Liputan6.com


Sementara Nike Kartodimedjo juga menghasilkan karya busana ramah lingkungan dengan memanfaatkan baju bekas dan koran tak terpakai. Ia memanfaatkan dress motif poleng yang sudah lama dimilikinya. Kemudian mengombinasikannya dengan rok batik.

"Dress motif poleng Bali itu saja potong sampai bagian perut. Kemudian rok batik saya potong dengan cutting setengah lingkaran. Jadilah bawahan yang cutting hanya seperti jarit pendek dan mirip bentuk bunga Tulip, " ungkapnya.

Nike mengakui rancangannya ini hemat energi sekaligus ramah lingkungan. Karya ini dijahit tangan dan memanfaatkan busana lawasnya yang sudah tidak ngetren lagi.

"Intinya kami ingin mengajak masyarakat untuk melakukan perubahan gaya hidup agar lebih hemat, mengolah barang yang tidak terpakai. Selain itu juga mengurangi penggunaan energi listrik, " harapnya. (Reza Kuncoro/Ars)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya