Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) berupaya tegas pada pelaksanaan Undang-undang (UU) No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dalam beleid-nya mewajibkan transaksi ekonomi di Indonesia menggunakan mata uang rupiah.
Sayangnya sejak terbit tiga tahun lalu, penerapan aturan tersebut kurang optimal. Permintaan dan kebutuhan dolar di dalam negeri membengkak, sehingga mengakibatkan rupiah terpuruk. Padahal sanksi pidana mengancam seseorang yang melanggar aturan tersebut.
Melihat mirisnya kondisi ini, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Natsir Mansyur mengungkapkan pelemahan kurs rupiah disebabkan karena kurang efektifnya pelaksanaan transaksi memakai rupiah di Indonesia.
"Sudah ada UU-nya, tapi enggak berjalan efektif. Padahal juga ada sanksi hukum, tapi karena pemerintah kurang galak jadi ya sama saja tetap gunakan dolar AS di dalam negeri," kata dia usai Diskusi Bincang senator 2015 "Gejolak dan Masa Depan Rupiah" di Brewerkz Restaurant & Bar, Jakarta, Minggu (29/3/2015).
Natsir mengaku, Indonesia masih mempunyai kesempatan untuk memperbaiki persoalan di dalam negeri, seperti mengurangi defisit neraca transaksi berjalan, meningkatkan ekspor dengan hilirisasi, menekan impor, dan kebijakan lainnya.
"Yang penting Indonesia belum ada di posisi rawat inap atau masuk ICU, tapi masih rawat jalan. Mumpung masih rawat jalan, kita masih bisa memperbaiki fundamental ekonomi kita supaya lebih kuat," sarannya.
Senada, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Industri (Kadin) Jakarta, Sarman Simanjorang mengaku, pengusaha mau tidak mau atau suka tidak suka tetap bertahan dalam situasi pelemahan rupiah. Namun jika penguatan dolar AS berlarut-larut, maka akan berpengaruh terhadap struktur ekonomi Indonesia.
"Tapi masalahnya pemerintah mau enggak membatasi penggunaan dolar AS di dalam negeri? Perjanjian kontrak oleh korporasi saja pakai dolar AS. Di Pelabuhan Tanjung Priok dominan transaksi menggunakan dolar AS, apalagi korporasi besar," paparnya.
Jika pemerintah serius dan konsisten menjalankan dengan tegas UU Mata Uang, kata Sarman, akan mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS di dalam negeri.
Pelemahan kurs rupiah, lanjutnya, terjadi akibat penarikan dolar AS besar-besaran di Indonesia untuk keperluan membayar utang, bunga utang, repatriasi dividen dan sebagainya.
"Seharusnya rupiah jadi tuan rumah di negeri sendiri, kenakan sanksi tegas bagi orang yang enggak menerima pembayaran atau transaksi pakai rupiah. Ini merupakan pondasi ekonomi kita supaya semakin kuat," saran Sarman.(Fik/Ndw)
Rupiah Ambruk Karena Pemerintah Kurang Galak
Pengusaha menilai pelemahan kurs rupiah disebabkan karena kurang efektifnya pelaksanaan transaksi memakai rupiah di Indonesia.
diperbarui 29 Mar 2015, 19:05 WIB(Foto: Liputan6/Herman Zakharia)
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Mahfud MD Kritisi Ide Prabowo yang Mau Maafkan Koruptor
Jadwal Lengkap Misa Natal 2024 di Gereja Katolik Yogyakarta
Kisah Malaikat Protes Ada Orang Tak Niat Mengaji Tapi Dosanya Diampuni, Diceritakan Gus Baha
Kaleidoskop 2024: Sejarah Manis Timnas Indonesia Kelompok Usia, Bersaing Asia dan Nyaris Tembus Olimpiade Paris
Sinopsis Film Gowok: Kamasutra Jawa, Karya Terbaru Hanung Bramantyo Masuk Big Screen Competition IFFR ke-54
Pramono Anung Akan Beri Ruang Kegiatan Olah Raga Lebih Masif di Jakarta
Kronologi Tabrakan Beruntun di Bandar Lampung yang Tewaskan Seorang Pria Tanpa Identitas
Lakukan Hal Ini, Maka Malaikat akan Mendoakanmu Kata Buya Yahya
Hasil LaLiga Real Madrid vs Sevilla: Kylian Mbappe Cetak Gol Lagi, Los Blancos Sikut Barcelona
Polri Sebut Kondisi Puncak Arus Mudik Nataru Masih Berjalan Aman
Jadwal, Hasil, dan Klasemen Piala AFF 2024: Siapa Jadi Raja Asia Tenggara?
Kaleidoskop Sultra 2024: Pemprov Beli Kapal Bodong hingga Guru Honorer Dituduh Aniaya Anak Polisi