Pembelaan Mensos Soal Tudingan Pembagian Rokok ke Warga Rimba

Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa meminta agar kebiasaan warga Rimba tidak disamakan dengan warga di sejumlah kota di Indonesia.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 30 Mar 2015, 19:02 WIB
Khofifah Indar Pawansa (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Sosial (Mensos), Khofifah Indar Parawansa menilai, pembagian rokok yang dilakukan kepada warga Rimba sesuai kebiasaan.

Hal itu menanggapi protes sejumlah pihak termasuk Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang menganggap Khofifah melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Produk Tembakau sebagai zak adiktif bagi kesehatan.

"Lebih baik Anda turun ke sana, saya sebetulnya mengajak turun ke sana, pahami adat istiadat mereka. Kenali bagaimana cara bersapa dengan mereka, jangan memotret atas nama multi culture," ujar Khofifah di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (30/3/2015).

Dia menilai, tidak adil jika apa yang menjadi kebudayaan warga Rimba itu dipandang sama dengan kondisi sosial di sejumlah wilayah kota Indonesia seperti DKI Jakarta.

"Kalau konteks bagi itu seperti apa? Jadi sapaan membagi itu seperti ada anak-anak terus tak kasih, begitu? Anak itu umur berapa? Ada tidak orang yang bagi satu-satu begitu? Jadi ada sesuatu yang menurut saya turun, baru beri pernyataan," kata Khofifah.

Sebelumnya Khofifah belum lama ini blusukan memberi bantuan seperti baju kaos sebanyak 180 potong, rokok segala jenis merek sebanyak 15 slot, dan kebutuhan pokok lain kepada orang Rimba di Provinsi Jambi.  Bantuan tersebut diserahkan setelah ada 11 orang Rimba di tiga kelompok meninggal secara beruntun‎ karena kelaparan.

Sikap YLKI

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pun menyayangkan langkah Khofifah yang membagikan rokok kepada warga Rimba. Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, alasan Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa soal pemberian rokok pada orang rimba Jambi demi kearifan lokal tidak pantas diucapkan oleh pejabat publik.

Tulus mengatakan, ada lima alasan mengapa itu tidak pantas diucapkan pejabat sekelas menteri. Pertama, Menteri Sosial datang untuk menjenguk orang Rimba yang kelaparan. Orang lapar butuh bahan makanan dan sembako. "Orang lapar tidak butuh rokok," ujar Tulus.

Kedua, orang Rimba kelaparan karena kemiskinannya. Sementara konsumsi rokok justru memiskinkan rumah tangga miskin. "Memberi rokok pada orang miskin berarti menteri Sosial pro kemiskinan. Menteri Sosial memiskinkan orang miskin," kata Tulus.

Ketiga, Tulus juga mempertanyakan konteks kearifan lokal terkait rokok yang diberikan. "Justru rokok nasional bahkan multinasional? Dimanakah kearifan lokalnya?," ujar Tulus.

Keempat, Tulus mengatakan, sesuai jargon revolusi mental Presiden Joko Widodo (Jokowi) seharusnya menteri Sosial mengusung revolusi mental itu dengan tidak tunduk pada kearifan lokal yang negatif.

"Apakah Menteri Sosial juga akan memberikan minuman keras pada suatu suku yang kearifan lokalnya suka minuman keras? Menteri Sosial gagal mengimplementasikan revolusi mental," tutur Tulus.

Kelima,  Tulus meminta Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa meminta maaf. Selain itu, menteri sosial juga diharapkan tidak akan mengulangi perbuatannya yang terbukti melanggar regulasi yakni PP 109/2012 tentang pengamanan produk tembakau pasal 35.  (Yas/Ahm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya