Liputan6.com, Jakarta - Kepala Subdirektorat Pembinaan dan Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Hindarsono berharap, wacana Electronic Registration Identification (ERI) dan Electronic Law Enforcement (ELE) dapat segera terealisasi.
Hindarsono mengatakan ERI adalah alat yang memiliki sistem pendataan kendaraan bermotor secara elektronik. Sedangkan ELE adalah alat sensor yang akan dipasang di setiap kendaraan yang terdaftar di wilayah Polda Metro Jaya.
Kedua alat ini sempat didiskusikan menjadi instrumen tilang eletronik, di mana setiap kendaraan akan dipasang ERI, dan di titik-titik rawan pelanggaran lalu lintas akan dipasang ELE. Selain praktis, penerapannya dapat mengurangi potensi perselisihan antara petugas dengan pelanggar.
"Bila ada kendaraan yang sudah terdaftar, terdeteksi melanggar lalu lintas, akan secara otomatis ditilang. Penerapan sistem ini dinilai akan mengurangi persinggungan antara polisi dan pelanggar," ujar Hindarsono saat dihubungi, Rabu (1/4/2015).
Pada awal 2015, kata Hindarsono, Polda Metro Jaya berniat membuktikan pelanggaran lalu lintas warga secara elektronik.
Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Bakharudin mengatakan, jajarannya tengah menyinkronkan data kendaraan yang beredar di Jakarta. Data itu disesuaikan dari Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat), maupun Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda).
"Proses tersebut menggunakan Electronic Registration Identification (ERI). Jadi, semuanya akan didata secara elektronik. Jika proses sinkronisasi data sudah selesai, petugas akan mulai memasang alat Electronic Law Enforcement (ELE)," kata Bakharudin, Jumat 16 Januari 2015.
Menurut Bakharudin, dengan tilang elektronik penilangan dapat dilakukan lebih profesional. Terlebih lagi, tilang elektronik juga akan dilengkapi fasilitas CCTV, sehingga pengawasan akan menjadi lebih baik. Tilang elektronik ini akan dilaksanakan di seluruh Indonesia dengan Jakarta sebagai pilot project.
Ada 3 titik yang akan diuji coba, yaitu daerah Kuningan, tepatnya di Jalan Rasuna Said menuju Mampang, jalur bus transjakarta Jalan MT Haryono, Pancoran.
Rekaman Menjadi Aturan Resmi
Hindarsono mengatakan, pihaknya akan merancang standar operasi dan prosedur (SOP) untuk meresmikan wacana 'polisi rekam pelanggar lalin' di wilayah Polda Metro Jaya, termasuk jajarannya.
"Akan jadi SOP jajaran lalu lintas Polda Metro Jaya," ujar Hindarsono.
Hindarsono menjelaskan, ketika ada kendaraan yang melanggar peraturan lalu lintas, akan ada 2 polisi yang menanganinya. Satu untuk merekam dengan ponsel, satu lagi untuk berbicara dengan pelanggar.
"Rekaman tersebut akan menjadi alat konfirmasi jika ada video tudingan yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Apalagi, pelanggar yang melawan biasanya beralibi macam-macam, misalnya anak jenderal atau salah satu anggota polisi," kata Hindarsono.
Maraknya rekaman warga yang menggambarkan sisi negatif polisi lalu lintas, membuat kepolisian melakukan hal serupa kepada warga yang melanggar peraturan lalu lintas. Aksi rekam warga yang melanggar lalu lintas dan terancam tilang sudah diberlakukan mulai Senin 30 Maret.
Hindarsono mengatakan penerapan rekam tersebut hanya akan dilakukan polantas saat bertemu pengguna jalan berkilah atau tidak kooperatif. "Kalau yang tidak ngeyel tidak kami rekam," ucap Hindarsono.
Kabid Humas Polda Metro Kombes Pol Martinus Sitompul mengatakan, selain menggunakan sistem rekam dengan telepon genggam, ke depannya polantas akan dilengkapi body cam saat bertugas.
"Ke depan, kami akan lengkapi personel kami dengan body cam. Di Amerika Serikat, polisi sudah menggunakan itu," kata Martinus kepada Liputan6.com, Selasa 31 Maret.
Pekan lalu, 2 video polantas yang bersikap arogan kepada warga tersiar di kanal Youtube. Video pertama berisi seorang polisi marah-marah ke pengguna Transjakarta. Video kedua, polisi memaki seorang pelanggar jalur busway dengan makian yang bersifat rasisme. (Rmn/Ans)
Advertisement