Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menaikkan tunjangan uang muka pembelian mobil bagi pejabat negara. Dari sebesar Rp 94,24 juta menjadi Rp 210,89 juta.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, pemberian kenaikan tunjangan uang muka pembelian mobil baru untuk pejabat lebih hemat daripada pemberian mobil dinas.
Advertisement
"Kan itu artinya kalau ada tunjangannya, tidak perlu dikasih mobil dinas. Kan sama saja sebenarnya, selama ini pejabat dikasih mobil dinas. Mana yang lebih mahal? Kan lebih murah dikasih tunjangan (uang muka)," kata Wapres usai ibadah Salat Jumat di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta Pusat, Jumat 3 April 2015.
Dia menilai, kenaikan tunjangan uang muka mobil untuk para pejabat negara itu tidak merugikan negara. "Ini kan hanya menambah harganya," ucap pria yang kerap disapa JK itu.
Pada Pasal 1 Perpres No 68 Tahun 2010 disebutkan, yang dimaksud dengan pejabat negara pada Lembaga Negara adalah Anggota DPR, Anggota DPD, Hakim Agung Mahkamah Agung, Hakim Mahkamah Konstitusi, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, dan Anggota Komisi Yudisial.
"Fasilitas uang muka untuk pembelian kendaraan perorangan sebagaimana dimaksud diberikan per periode masa jabatan, dan diterimakan 6 (enam) bulan setelah dilantik," bunyi Pasal 2 Ayat (2) Perpres No 68/2010 itu.
Periode sebagaimana dimaksud bagi Hakim Mahkamah Agung adalah per 5 tahun masa jabatan, dengan ketentuan fasilitas uang muka untuk periode 5 tahun kedua dan seterusnya hanya diberikan apabila sisa masa jabatan periode berikutnya tidak kurang dari 2 tahun.
Usulan DPR
Sekretaris Kabinet (Seskab) Andi Widjajanto mengungkapkan, tunjangan uang muka pembelian kendaraan bermotor bagi pejabat negara sebesar Rp 94,24 juta menjadi Rp 210,89 juta merupakan permintaan dari DPR atau bukan usulan pemerintah.
Andi membantah penambahan ini merupakan upaya kompromi pemerintah terhadap DPR agar tidak menjegal berbagai program pembangunan yang diajukan pemerintah.
"Waktu itu ada surat dari Ketua DPR tentang permintaan penyesuaian uang muka itu diterima awal Januari 2015. Kami proses di Februari, kira-kira pertengahan Februari dapat persetujuan dari Menteri Keuangan. Semula di Perpres 2010, Rp 161 juta. Lalu, oleh ketua DPR, diusulkan uang muka untuk pejabat negara di lembaga tinggi seperti DPR, MA, MK, KY, DPD naik jadi Rp 250 juta," ujar Andi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis 2 April 2015.
Setelah proses kajian yang dilakukan Kementerian Keuangan selesai dilakukan, tutur Andi, keputusan tersebut langsung diserahkan kepada Presiden Jokowi dengan penjelasan kalau kenaikan jumlah tunjangan merupakan kenaikan yang terjadi rutin setiap tahunnya.
Andi menjelaskan, kebijakan pemberian tunjangan pembiayaan mobil tersebut telah ada sejak 2010. Kebijakan tersebut lahir karena banyak anggota DPR yang tidak memanfaatkan kendaraan dinas.
Ketua Komisi XI DPR Fadel Muhammad menganggap aneh kebijakan tersebut meski anggota Parlemen bakal kecipratan tunjangan tersebut. Sebab, kebijakan ini bertolak belakang dengan upaya penghematan anggaran negara oleh pemerintahan Jokowi.
Fadel menyarankan, uang negara jangan dihambur-hamburkan untuk pejabat negara. Pemerintah diimbau untuk menyewa kendaraan atau mengadakan tender kendaraan bermotor untuk pejabat ke pihak ketiga. Dengan cara itu, dia mengaku akan ada penghematan sampai 36 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil memastikan para menteri dalam jajaran Kabinet Kerja tetap akan menggunakan mobil yang telah digunakan pada kabinet sebelumnya. Sebab, para menteri tidak mendapatkan tunjangan uang muka pembelian mobil.
"Menteri pakai mobil bekas sajalah," ungkap Sofyan di kantornya, Jakarta, seperti ditulis Jumat 3 April 2015.
Ketika disinggung uang muka yang bisa digunakan Anggota DPR untuk membeli mobil baru, Sofyan justru mengeluarkan guyonannya. "Saya harusnya jadi anggota DPR," tutur dia.
Jokowi Dituding Ingkar janji
Pengamat Politik dan Birokrasi Miftah Thoha menuding Jokowi ingkar terhadap janjinya untuk melaksanakan reformasi fiskal karena kebijakan kenaikan tunjangan uang muka pembelian mobil pejabat.
"Jokowi itu buang-buang uang saja, enggak hemat, menaikkan uang muka mobil buat pejabat yang sudah menerima banyak fasilitas dari negara termasuk tunjangan istri, anak dan lainnya," keluh Miftah saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Jumat 3 April 2015.
Guru Besar Ilmu Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) mempertanyakan janji penghematan yang selalu dipamerkan Jokowi di hadapan publik saat kampanye dulu. Melakukan reformasi fiskal yang dimulai dengan penghapusan bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Namun hasilnya belum nyata.
Sementara, Direktorat Jenderal (Ditjen) Anggaran Kementerian Keuangan menganggap kenaikan uang muka mobil para pejabat di lembaga tinggi negara menjadi Rp 210 juta sangat wajar. Hal ini mempertimbangkan kenaikan harga mobil dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.
Direktur Jenderal Anggaran, Askolani mengungkapkan, pemerintah sudah menetapkan penyesuaian uang muka naik dari Rp 116 juta menjadi Rp 210 juta.
"Ini sudah di-asses di Kemenkeu karena melihat tingkat inflasi, harga kendaraan dan angka ini sudah sesuai dengan kewajaran dan kelayakan," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Kamis 2 April 2015.
Askolani beralasan, kenaikan uang muka Rp 210 juta lebih rendah dari usulan sebelumnya yang mencapai angka sekitar Rp 250 juta. Pemerintah, sambungnya, sudah menghitung besaran penyesuaian ini sesuai kemampuan fiskal.
Kebijakan kenaikan tunjangan uang muka pembelian mobil dinas itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2010 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara Untuk Pembelian Kendaraan Perorangan, yang diteken Presiden Jokowi pada 20 Maret 2015.
Kebijakan ini diambil dengan pertimbangan bahwa ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Presiden sebelumnya sudah tidak sesuai lagi dengan peningkatan harga kendaraan bermotor.
Perpres Nomor 39 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2010 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara Untuk Pembelian Kendaraan Perorangan ini hanya mengubah Pasal 3 Ayat (1) Perpres No 68/2010.
Jika pada Perpres No 68 Tahun 2010 disebutkan: Fasilitas uang muka diberikan kepada pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 sebesar Rp 116.650.000, maka dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 diubah menjadi sebesar Rp 210.890.000.
Adapun Pasal 3 Ayat (3) Perpres No 39 Tahun 2015 itu menyebutkan, alokasi anggaran dalam rangka pemberian fasilitas uang muka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada anggaran Lembaga Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," bunyi Pasal II Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 yang diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly pada 23 Maret 2015 itu. (Mvi/Ans)