Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Yuddy Chrisnandi memiliki pandangan sendiri soal pemberian uang muka (down payment) pembelian mobil pejabat.
Menurut dia, polemik yang ditimbulkan akibat terbitnya Perpres No. 39/ 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan, dikembalikan pada moral etik masing-masing pejabat.
Advertisement
“Apakah mereka masih mau menerima atau menolak, itu lebih sebagai pertimbangan moral, ” ujar dia di kantornya, Senin (6/4/2015).
Yuddy mengatakan bahwa dengan adanya permasalahan ini, seolah-olah pemerintah tidak konsisten dengan kebijakan efisiensi. Tudingan kepada Presiden tentang tambahan uang muka bagi pejabat negara, menurut Yuddy sudah tidak proporsional, karena tidak mendudukkan persoalan pada konteksnya.
“Kami menerima kritik dan saran, tetapi akan lebih baik kalau kita semua memahami esensi persoalan secara utuh,” tutur Yuddy.
Presiden sebagai Kepala Negara dan sebagai kepala pemerintahan, menjalankan tugas administrasi kenegaraan. Salah satunya adalah menandatangani berbagai macam peraturan yang menjadi payung hukum implementasi kegiatan administrasi negara.
“Jadi kalau ada lembaga negara yang mengajukan terkait anggaran, apalagi anggaran tersebut sudah dibahas dan diputuskan oleh DPR sebagai pemegang hak budget, posisi Presiden memang tinggal menandatangani,” tambahnya.
Meskipun demikian, tidak semua usulan DPR disepakati. Semula, budget yang diajukan sebesar Rp 250 juta. “Tapi pemerintah menawar menjadi Rp 210 juta, sehingga totalnya menjadi sekitar Rp158 milyar dari 2.039 trilyun APBN TA 2015,” jelas Yuddy.
Menteri Yuddy mengapresiasi kritik-kritik dan pandangan masyarakat terkait efisiensi yang harus dilakukan pemerintah. Kalau saat ini Presiden sudah menandatangani prosedur kenegaraan, selebihnya diserahkan ke masing-masing pejabat negara. “Hal ini bukan kesalahan pemerintah, dan juga bukan inkonsistensi kebijakan,” ujarnya.
Dalam sistem pemerintahan, bukan hanya lembaga eksekutif saja yang terlibat, namun ada cabang-cabang kekuasaan yang lain yaitu legislatif dan yudikatif. “Jadi proses persetujuan atau tidaknya sudah selesai pada saat pembahasan dengan DPR. Anggarannya sudah ada, tergantung pejabat mau menggunakannya atau tidak,” tegasnya. (Nrm)