Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly hari ini menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI. Dalam rapat tersebut, dia mencoba menjelaskan alasan mengesahkan Partai Golkar kepengurusan Agung Laksono.
Dengan Undang-undang Partai Politik sebagai dasar, Yasonna menegaskan kubu Agung sesuai aturan. Sebab kubu Agung dimenangkan Mahkamah Partai Golkar (MPG).
"Di Golkar, ada 2 kepengurusan. Dualisme itu mengajukan surat. Kemudian diarahkan menggunakan mekanisme Mahkamah Partai," ujar Yasonna dalam RDP di Komisi III, Kompleks Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (6/4/2015).
"Mahkamah Partai kemudian mengeluarkan putusan. Sudah selesai yang putusannya bersifat final dan binding, menetapkan Agung Laksono," sambung dia.
Yasonna menerangkan dasar hukum mengesahkan kepengurusan kubu Agung Laksono, adalah pasal-pasal dalam UU No 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
Menanggapi pernyataan tersebut, politikus Golkar Kahar Muzakir angkat berbicara dan langsung mencecar Yasonna. Menkumham dituding menggunakan dasar hukum yang salah.
"Berdasarkan Bab 9 ini, itu sebetulnya tidak ada pengesahan yang punya legal standing. Yaitu Bab 9 Pasal 21-26. Putusan Mahkamah Partai itu keliru pasalnya. Mahkamah Partai ada di Pasal 32. Judulnya perselisihan. Jadi Bapak tidak punya legal standing pakai Bab 14 sebelum ada keputusan final mengikat," jelas Kahar.
Tidak berhenti di Kahar, Ahmadi Noorsupit yang juga politikus Golkar, juga turut mencecar Yasonna. Ketua Organizing Komite Munas Golkar Bali itu mengatakan, Munas Ancol kubu Agung bermasalah. Karena adanya dugaan tindak pidana pemalsuan. Bahkan kini Bareskrim sudah menetapkan 2 tersangka.
"Nama itu tidak pernah diakui. Pesertanya sudah dilaporkan di Bareskrim dan sudah ada kemajuan. Bagaimana mungkin ada penyelamat partai, semuanya dibuat, kop surat dibuat, stempel dibuat, semuanya direkayasa. Padahal menurut undang-undang, Menteri meneliti dulu mana yang sah," tegas Kahar.
Kritik juga datang dari politikus Golkar John Kennedy Aziz. Dia mengatakan keputusan Menkumham, membuat kisruh partai berlambang pohon beringin ini. Bahkan kisruh terjadi hingga ke daerah.
Sekretaris Fraksi Golkar kubu Aburizal Bakrie atau Ical itu ikut mengkritik Yasonna. Dia menilai Menkumham harus benar-benar mengerti hukum. Akibat keputusannya, dia khawatir Presiden Joko Widodo atau Jokowi ikut terlibat.
"Kita sudah siapkan hak angket. Kita punya kewenangan untuk panggil jajaran (Kemenkumham) ini, untuk menyelidiki kasus Golkar ini," ancam dia.
Sedangkan Menteri Yasonna yang dicecar habis-habisan itu, terlihat hanya tersenyum. Beberapa kali dia terlihat berdiskusi dengan jajarannya.
Tetap Pada Pendiriannya
Serangan terhadap Yasonna bukan hanya datang dari kubu Ical. Kali ini datang dari politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboe Bakar Al Habsy. Dirinya menanyakan soal Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham yang digeser.
"Apa benar berseberangan sama Dirjen AHU? Apa benar dapat pesanan pemenangan kubu tertentu, siapa yang meminta?" tanya Aboe Bakar kepada Yasonna pada kesempatan yang sama.
Yasonna dengan tenang menjawab pertanyaan tersebut. Politisi PDIP itu menyatakan tidak ada hubungannya dengan politik.
"Nggak ada hubungannya. Desember sudah diajukan ke Presiden. Nggak mungkin terjadi pertukaran rotasi dalam sekejap. Jelas nggak ada kaitannya," jelas Yasonna.
Tak puas, Politisi Golkar Aziz Syamsudin kembali 'menekan' Yasonna dengan mempertanyakan dasar hukum berdasarkan keputusan Mahkamah Partai.
"Tolong jelaskan dasar hukum dan otoritas Bapak, bahwa putusan Mahkamah Partai secara jelas dan transparan bahwa yang memenangkan pihak pemohon (Agung Laksono). Saya tidak menemukan itu, bahkan Muladi (Ketua Majelis Mahkamah Partai Golkar) secara tertulis pada 24 Maret menjawab surat DPP Golkar bahwa keputusan Mahkamah Partai tidak memenangkan pihak manapun," tanya Aziz.
Yasonna kembali menjawab bahwa Mahkamah Partai telah memberikan pertimbangan dengan diktum putusan. "Memang benar dikataka bahwa terdapat perbedaan nota majelis, yang saya baca 2 hakim ada 4 rekomendasinya menghindari yang menang ambil semua, dipecat."
"Yang berikutnya memberikan pertimbangan dan setelah itu diktum dalam perkara. Dalam diktum aquo mengabulkan permohonan Ancol secara selektif mengakomodir Munas Bali. Demikian rapat Mahkamah Partai oleh 4 Majelis Partai," sambung Menkumham.
Perdebatan berlanjut hingga akhirnya anggota Fraksi PDIP Ahmad Basarah menginterupsi. "Saya usul supaya pertanyaan lain supaya dijawab dahulu, sebelum akhirnya membahas masalah Golkar," kata dia.
Memang saat itu ada pertanyaan lain terkait pengawasan lapas dan masalah napi. Tapi seakan-akan semua terfokus masalah kisruh Golkar. Akibatnya, perdebatan pun terjadi antara Basarah dengan Aziz. Aziz yang merupakan Waketum Golkar hasil Munas Bali itu, berkukuh ingin permasalahan partainya dibahas tuntas.
Akhirnya Benny K Harman yang memimpin RDP ini mencoba menengahi, dengan meminta pendapat masing-masing fraksi.
Tetapi Golkar, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), dan PKS menolak usulan Basarah. Sementara Partai Gerindra dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berada di pihak PDIP atau membela Menkuymham, lalu sisanya memilih abstain
"Terus terang kalau memang terlalu fokus membahas Golkar, silakan saja Golkar bicara sendiri dengan Pak Menteri. Kita di sini bahas yang lain juga," jelas anggota Fraksi Gerindra Martyn Hutabarat.
"Menurut saya kalau urusan lapas, urusan lain itu soal klasik. Kalau urusan Golkar ini urusan bangsa," sela Aboe Bakar.
Pada akhirnya semua rapat fokus membahas urusan Golkar. Bahkan hingga usai RDP, anggota Fraksi Golkar terus-terusan mencecar Yasonna. Tapi mantan anggota DPR itu tetap santai menjawab.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengesahkan kepengurusan Golkar kubu Agung Laksono atau hasil Munas Ancol, Jakarta. Dia beralasan sudah sesuai dengan keputusan Mahkamah Partai Golkar.
Yasonna lalu menerbitkan surat keputusan (SK) terkait pengesahan kepengurusan Partai Golkar kubu Agung Laksono pada Senin 23 Maret 2015. (Rmn)
Advertisement