Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan menaikkan uang muka mobil pejabat negara akhirnya bakal segera ditarik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Keputusan ini mendadak diambil karena menuai kritikan pedas dari sejumlah kalangan, meski Peraturan Presiden (Perpres) sudah diteken oleh Jokowi.
Advertisement
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Ahmadi Noor Supit mengaku, pemerintah seharusnya dapat menjelaskan alasan kenaikan tunjangan uang muka mobil pejabat kepada seluruh masyarakat Indonesia. Pasalnya Perpres tunjangan DP mobil yang naik menjadi Rp 210 juta telah terbit, dan terpaksa segera dicabut.
"Pemborosan seperti yang ditudingkan banyak pihak sebenarnya tergantung sudut pandang orang menilai. Yang penting sebenarnya alasan pemerintah mengambil kebijakan itu. Kalau masyarakat diberi pemahaman, sosialisasinya bagus, pasti tidak akan ribut," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Selasa (7/4/2015).
Ahmadi menjelaskan, pemberian tunjangan uang muka mobil pejabat dilatarbelakangi kebutuhan kendaraan bagi anggota dewan. Ide itu, sambungnya, tercetus di era pemerintahan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
"Dari pada membeli mobil dinas buat pejabat, memberikan supir, biaya perawatan dan lainnya, malah lebih mahal, jadi lebih baik dibantu dengan pemberian DP mobil. Itu akan jauh sangat hemat. Biaya perawatan ke bengkel dan supir didanai sendiri," terang dia.
Sayangnya, nyali pemerintah langsung ciut dengan hujatan maupun kontra yang dihujamkan pada Jokowi maupun Kabinetnya. "Baru dapat serangan langsung mundur," sindir Ahmadi.
Seperti diketahui, sikap Jokowi atas kisruh ini memerintahkan Sekretaris Kabinet dan Menteri Sekretaris Negara untuk mencabut Perpres kenaikan uang muka mobil pejabat. Namun demikian, DPR mengaku tidak masalah batalnya anggota DPR mengantongi kenaikan tunjangan uang muka.
"Kalau memang Jokowi menyesal dan ingin menarik lagi kenaikan tunjangan itu, kami tidak ada masalah. Tapi kami dapat mobil dinas, sementara Eselon III Kementerian/Lembaga saja sudah dapat mobil dinas," sindir Ahmadi. (Fik/Ahm)