Liputan6.com, Kuala Lumpur - Pemerintah Malaysia meloloskan Undang-Undang Antiterorisme sebagai langkah tegas untuk menangkal aksi kelompok radikal, termasuk ancaman dari ISIS. Namun UU ini menuai kontroversi lantaran dianggap membungkam hak asasi manusia (HAM).
Dalam UU tersebut diatur bahwa setiap tersangka kasus terorisme yang ditangkap bisa langsung ditahan tanpa proses peradilan yang biasa dilakukan pada tersangka kasus lain. Tenggat waktu penahanan itu terbilang lama, yakni sekitar dua tahun.
Bahkan otoritas yang berwenang khusus terorisme bisa memperpanjang jangka waktu penahanan, meski si tersangka belum menjalani proses persidangan.
Dengan adanya UU tersebut, pihak berwenang juga bisa mecabut dokumen perjalanan warga lokal dan asing, dari dan menuju Malaysia, yang terindikasi melakukan tindakan terorisme, termasuk bergabung dengan kelompok radikal.
Proses lolosnya UU Antiterorisme ini tidak mudah. Anggota dewan yang berbeda pendapat sempat bersitegang. Sidang dewan pun molor hingga Senin 6 April malam kemarin.
UU ini sebenarnya masih harus melalui proses pengesehan oleh Senat Malaysia. Tapi dipastikan proses itu akan berjalan mulus lantaran sebagian besar anggota dewan mendukung aturan itu.
Internasional Human Rights Watch mengecam UU Antiterorisme lantaran dinilai melanggar HAM seseorang dengan adanya penahanan yang lama meski belum disidang.
"Menahan seseorang tanpa melalui proses pengadilan, Malaysia sama saja membuka 'kotak pandora' (berisi keburukan). Undang-Undang ini sarat unsur politik dan membuat Malaysia dianggap sebagai 'negara kasar'," ujar Phil Robertson dari Human Rights Watch, seperti dimuat BBC, Selasa (7/4/2015).
Anggota dewan dari kaum oposisi Malaysia, N Surendran, menegaskan UU Antiterorisme itu merupakan 'tamparan keras' bagi demokrasi di Malaysia.
Pelolosan UU ini terjadi sehari setelah Kepolisian Malaysia membekuk 17 orang terduga teroris. Mereka diduga berencana melancarkan serangan di Kuala Lumpur.
"Mereka berencana menyerang markas polisi dan militer di Kuala Lumpur untuk mengumpulkan senjata," ujar Menteri Dalam Negeri Malaysia Zahid Hamidi.
Dari 17 orang itu, satu di antaranya berusia 14 tahun. Dua lainnya diketahui baru pulang dari Suriah. Namun tak dijelaskan kebangsaan para tersangka tersebut.
Aturan hukum yang mirip dengan UU Antiterorisme ini pernah diberlakukan di Malaysia beberapa tahun lalu. UU itu dikenal sebagai Internal Security Act (ISA). Pada 2012, Pemerintah Malaysia mencabut UU tersebut setelah mendapat protes keras dan menimbulkan perdebatan panjang. (Riz/Yus)
UU Antiterorisme Disahkan, Malaysia Dikecam
Badan Hak Asasi Manusia Internasional Human Rights Watch mengecam UU Antiterorisme lantaran dinilai melanggar HAM seseorang.
diperbarui 07 Apr 2015, 14:13 WIBPM Malaysia Najib Razak
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Usulan Upah Minimum Sektoral Dinilai Terlalu Tinggi, Pengusaha Cemas
Apa Arti Believe: Memahami Makna dan Penerapannya dalam Kehidupan Sehari-hari
PTP Nonpetikemas Siapkan Ekspansi Strategis di 2025, Apa Saja?
Fungsi Obat Grantusif: Manfaat, Dosis, dan Efek Samping
Tambang Galian C Ilegal dan Penderitaan Masyarakat Kawasan Batang Anai
Eksklusif Iqbaal Ramadan: Box Office di Usia 17, Debut Produser Eksekutif, dan Gaya Rambut Ala Nike Ardilla
Cara Membuat Seblak Ceker yang Lezat dan Menggugah Selera
Jadwal Operasional BCA Selama Libur Natal dan Tahun Baru 2024/2025
Misbakhun DPR Sebut Pelemahan Rupiah Bukan Karena Penggeledahan BI Oleh KPK
Jelang Natal, Toko Online Rusia Jual Ranting Pohon untuk Manusia Salju Senilai Rp816 Ribu
Dukung Program Keberlanjutan, ASRI Gandeng Xanh SM Penyedia Layanan Mobilitas Ramah Lingkungan
Pertamina Resmikan Desa Energi di Balikpapan, Dilengkapi Kebun hingga Panel Surya