Liputan6.com, Jakarta Jika Anda berpandangan bahwa keragaman budaya tradisional Indonesia itu kaya akan nilai-nilai estetika maupun nilai-nilai lain yang patut dieksplorasi, diinterpretasi, bahkan dikembangkan, Anda tentu akan berusaha untuk menjaga agar ragam kebudayaan tersebut lestari antar generasi. Setelah sampai pada pemahaman ini, masalah yang harus dihadapi ialah bagaimana cara membuat generasi masa depan punya ketertarikan untuk menyentuh budaya itu.
Bagi sang misionaris kebudayaan (pihak yang menjalankan misi pelestarian kebudayaan), haruskah ia kemudian “terpenjara” oleh bentuk-bentuk budaya tradisional itu sendiri? Mel Ahyar, desainer Indonesia yang namanya sudah tak asing lagi di dunia fesyen tanah air, punya pilihan jalan sendiri dalam mengemban misi kebudayaan itu.
Advertisement
Kamis 9 April 2015, koleksi Mel menjadi pembuka dari acara Fashion Nation 2015 yang diselenggarakan oleh Senayan City. Pada desain-desain modern yang dihasilkannya dapat ditemukan motif batik Belanda. Langkah seperti inilah yang diambil oleh Mel dalam mengembangkan kreativitasnya sebagai perancang mode sembari merangsang benak tiap orang untuk mengetahui lebih lanjut soal elemen budaya tradisional yang dihadirkan dalam koleksinya.
Kata Mel dalam wawancara dengan Liputan6.com pada Kamis (27/3/2015) di workshop-nya di bilangan Cipete, Jakarta Selatan, “Koleksi saya itu modern tapi saya selalu berusaha membawa tema yang berkaitan dengan akar budaya Indonesia yang diterjemahkan dalam konsep modern itu. Dengan cara itu at least orang-orang akan “melirik” atau curious tentang tema yang berkaitan dengan akar budaya Indonesia itu.”
Bangga akan keragaman budaya tradisional dari Sabang sampai Merauke, desainer yang kerap tampil dengan busana warna hitam ini menyatakan bahwa ada banyak hal dari budaya-budaya tradisional itu yang bisa dibawa ke dunia Internasional. Satu soul budaya nusantara yang selalu berusaha ditampilkan dalam koleksi-koleksinya adalah craftmanship.
“Dalam merancang, saya selalu menghadirkan craftmanship dengan material yang beragam, bagaimana saya mengeksplorasi kreatifitas dalam satu koleksi. Craftmanship ini juga merupakan soul dari budaya Indonesia. Budaya Indonesia kaya akan craftmanship. Saya sangat memperhatikan eksplorasi cutting. Setiap jahitan itu full of thought. Ini tentang busana yang juga karya seni,” ucap desainer yang menyatakan bahwa rancangan-rancangannya memiliki karakter modern romantic.
Dalam hal desain, Paris dengan sejarah fesyennya yang panjang dan kuat membawa pengaruh tersendiri pada rancangan-rancangan kreasinya. “Dalam mendesain, saya selalu menaruh respek pada sejarah tersebut,” tutur lulusan ESMOD Paris ini. Bicara tentang kiprahnya di Indonesia, Mel Ahyar sebagai seorang desainer berharap agar apa yang dilakukannya dapat memacu munculnya desainer-desainer baru yang memang bisa membuat dinamika fesyen Indonesia menjadi lebih gila.
Perjalanan Mel Ahyar Meniti Dunia Fesyen
Perjalanan Mel Ahyar Meniti Dunia Fesyen
Setelah lulus dari sekolah desain fesyen ESMOD pada tahun 2003, Mel Ahyar langsung bekerja di label Mama & Leon, Bali. Bekerja pada brand ready to wear tersebut selama 2 tahun, timbul keinginan Mel untuk menyentuh desain yang lebih heavy. Dari keinginan itulah ia putuskan untuk melanjutkan studi ke ESMOD Paris, yaitu pada tahun 2004, karena di Jakarta belum ada spesialisasi Couture.
Menjadikan Paris sebagai destinasi pendidikan fesyen jelas menjadi satu penanda keseriusannya dalam menggeluti bidang desain mode. Akan tetapi jangan dikira bahwa sedari kecil ia memang sudah menjadikan profesi desainer fesyen sebagai cita-citanya. Mel mengaku bahwa saat menginjak bangku SMA ia belum punya ketertarikan pada fesyen. Bahkan saat itu dirinya belum tahu bahwa fashion designer adalah sebuah profesi.
Bidang arsitektur menjadi pilihan Mel untuk melanjutkan jenjang pendidikannya selepas SMA. Belum satu tahun menempuh bangku perkuliahan di jurusan itu, Mel diminta orangtuanya untuk kembali ke Palembang untuk membantu bisnis mereka di sana. Selama 6 bulan menggeluti bisnis tersebut, Mel merasa tidak cocok dan meminta sang ayah agar ia diperbolehkan memilih bidang pekerjaan lainnya.Saat itulah desainer yang menampilkan koleksi bertajuk `Suvarnabhumi` di Bazaar Fashion Festival 2014 ini memutuskan untuk masuk ke ESMOD Jakarta pada tahun 2001.
Merasa cocok dengan dunia desain mode, ia pun kemudian menjadi serius untuk menggeluti dunia fesyen. Menempuh pendidikan fesyen di pusat mode dunia, Paris, Mel merasa mendapat pengalaman yang luar biasa. Dalam hal studi, ia diperhadapkan dengan tugas-tugas menantang. Inisiatif murid untuk mencari tahu banyak hal menjadi satu kunci yang harus dimiliki untuk bisa menempuh pendidikan dengan hasil yang memuaskan. Mel lulus dari ESMOD Paris sebagai Best Nouvelle Couture Graduate.
Tantangan yang dihadapi olehnya saat belajar di ibukota Prancis itu bukan hanya dalam hal akademik. Sikap diskriminatif pada orang-orang Asia dari sebagian masyarakat di sana pada saat itu membuatnya belajar tentang bagaimana cara beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggalnya. Sepulang dari Paris, Mel tadinya berencana untuk bekerja pada seorang desainer. Namun mempertimbangkan cita-citanya untuk menciptakan label sendiri, ia berpikir bahwa menghabiskan beberapa tahun bekerja di label orang lain hanya akan membawanya ke titik nol saat hendak membuat label sendiri.
Mel akhirnya memantapkan diri untuk meluncurkan labelnya pada tahun 2006 dengan mempekerjakan 3 orang. Pada awalnya, Mel mengerjakan pesanan teman. Semakin berkembang, klien yang sesungguhnya pun berdatangan. Untuk karirnya ke depan, Mel Ahyar berencana untuk lebih menggarap ritel fesyen dengan koleksi deluxe ready to wear. (bio/ret)
Advertisement