Penjelasan Menteri Yasonna Terkait Kasus Denny Indrayana

Yasonna pun membuktikan, sistem yang ada di Kemenkumham sudah berjalan baik sebelum sistem payment gateaway.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 08 Apr 2015, 00:34 WIB
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana mendatangi Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/2/2015). Kedatangan Denny untuk membahas berbagai persoalan yang kini dihadapi KPK bersama pimpinan KPK. (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Liputan6.com, Jakarta - Denny Indrayana terjerat kasus dugaan payment gateway atau sistem pembayaran online pembuatan paspor, saat menjabat Wakil Menteri Hukum dan HAM era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Terkait kasus tersebut, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly mendapat pertanyaan dari politikus Partai Golkar Misbhakun soal sistem payment gateway.

"Sistem payment gateway ini dihentikan berdasarkan SK Kemenkeu karena ada pungutan bukan pajak yang bertentangan dengan Kemenkeu," ujar Yasonna dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi III, Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (7/4/2015) malam.

"Namun, payment gateway ini menjadi bias karena sebelum adanya sistem tersebut, sudah ada pengisian paspor via online, antrean pun lancar dan pembayarannya bebas pungli," sambung dia.

Yasonna pun membuktikan, sistem yang ada di Kemenkumham sudah berjalan baik sebelum sistem payment gateaway.

"Pelayanan (pembuatan passport) di kantor Imigrasi Jakarta Selatan mendapat juara ke-2 dari UKP4 dan Ombudsman (tahun 2012). Jelas membuktikan pelayanan sebelum payment gateaway ini sudah baik," ungkap dia.

Menurut Yasonna, dalam sistem payment gateway tersebut, ada uang yang masuk ke vendor Rp 600 juta.

"Yang terpungut masuk ke pemerintah itu Rp 32 miliar, namun ada yang masuk ke vendor itu Rp 600 juta, karena itu distop oleh Kemenkeu," jelas dia.

Meski demikian, Yasonna tidak mau terlalu ikut campur, lantaran masalah tersebut tengah diselidiki Bareskrim Polri.

Denny Indrayana ditetapkan tersangka oleh penyidik Direktorat Tipikor Bareskrim Polri. Denny diduga kuat berperan besar dalam menjalankan sistem payment gateway di Kementerian Hukum dan HAM pada 2014.

Bekas staf khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY itu juga menunjuk langsung 2 vendor, yakni PT Nusa Satu Inti Artha (Doku) dan, PT Telkom Indonesia melalui anak perusahaannya PT Finnet Indonesia, untuk menangani program tersebut.

Program pembayaran paspor secara elektronik ini beroperasi sejak Juli hingga Oktober 2014. Selama program ini berjalan, ada uang sebesar Rp 32 miliar yang diduga tidak disetor langsung ke kas negara. Uang ini sempat mengendap 1 hari di bank penampung. Penyidik juga menemukan adanya uang sekitar Rp 605 juta yang diduga justru masuk ke rekening kedua vendor tersebut.

Atas sangkaan perbuatannya, Denny Indrayana dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama. (Rmn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya