Liputan6.com, Tokyo - Dengan dukungan dari Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, para pegawai di Negeri Sakura tersebut kini dapat mengucapkan selamat tinggal pada budaya jam kerja yang sangat panjang. Selama ini, jam kerja super panjang di kantor disusul dengan malam-malam panjang yang dihabiskan untuk minum bersama kerabat telah menjadi simbol komik para pegawai di Jepang.
Sayangnya, mengutip laman Financial Times, Rabu (8/4/2015), budaya kerja tersebut justru membahayakan kesehatan pegawai, hingga berkurangnya produktivitas secara drastis. Padahal di banyak tempat lain, pasar tenaga kerja yang kuat kini tengah mendorong keseimbangan kekuasaan dari perusahaan bagi para pekerjaannya.
Advertisement
Tapi kini, perusahaan-perusahaan di Jepang mulai menerapkan budaya jam kerja normal seperti yang banyak ditemukan di negara-negara lain di dunia.
Bursa perdagangan Itochu berharap dapat menarik para lulusan terbaik dengan waktu masuk dan pulang kerja lebih cepat. Sementara perusahaan pembuat mesin pencetak (printer) Ricoh melarang para pegawainya bekerja lebih dari pukul 8.00 malam.
Tak hanya itu, Fast Retailing, operator rantai penjual pakaian, juga tengah berusaha menerapkan empat jam kerja bagi para pegawai yang memimpikan keseimbangan hidup dan karir yang lebih baik.
"Bahkan meski jam kerjanya pendek, kami tetap akan membayar lebih gaji pegawai yang tercatat paling produktif. Jam kerja panjang tak diperlukan jika memang tidak menunjukkan kinerja yang lebih tinggi," terang CEO Fast Retailing Tadashi Yanai.
Sementara itu, pembuat robot Fanuc berencana untuk menarik para pelamar kerja dengan menambah luas ruang gym dan membangun lapangan tenis serta sepakbola yang baru.
Para pegawai di kementerian kesehatan juga akan dilarang untuk bekerja setelah lebih dari pukul 10.00 malam mulai Oktober mendatang. Sebelumnya,upaya mematikan listrik di kantor untuk membuat pegawai pulang lebih cepat ternyata tak berhasil.
Pekan lalu, pemerintah Jepang telah mengabulkan rancangan undang-undang yang membiarkan para pegawai bekerja sedikitnya lima hari cuti per tahun. Hingga saat ini, yang masih kontroversial adalah menaikkan gaji bagi pegawai di sektor tertentu seperti bank dan broker.
Para pegawai tersebut nantinya akan dibayar berdasarkan kinerja dan bukan jam kerja. Yang setuju mengatakan, itu akan meningkatkan produktivitas sementara para kritikus menilai langkah itu justru akan meningkatkan jam kerja lembur para pegawai.
Hingga saat ini, Jepang masih dikenal sebagai negara yang banyak pegawainya meninggal karena terlalu lama bekerja. Banyak pegawai yang juga merasa bersalah saat meninggalkan kantor bahkan untuk cuti.
Setiap tahun, para pegawai di Jepang hanya mengambil setengah dari jatah cuti tahunannya. (Sis/Ndw)